TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan Masyarakat mendesak pemerintah memperbaiki sistem dan mekanisme karantina.
“Ini diperlukan untuk melindungi warga dari ancaman penularan virus Corona dan dari dampak kerugian lainnya, seperti calo makanan maupun karantina di hotel dengan biaya jutaan rupiah,” kata relawan LaporCovid-19 Amanda Tan dalam keterangannya, Rabu, 22 Desember 2021.
Desakan tersebut merespons panjangnya antrean WNI di Bandara Soekarno-Hatta, pada Sabtu lalu. Koalisi yang terdiri dari Lokataru, LaporCovid-19, dan YLBHI ini setidaknya mencatat tiga hal dari peristiwa tersebut.
Amanda menyebutkan, penumpukan antrean menjadi bukti bahwa sistem dan mekanisme karantina masih belum efektif, dan rentan menjadi sumber penularan virus. Penumpukan juga menunjukkan ketidaksiapan pemerintah, sehingga membuat banyak warga menunggu hingga 20 jam untuk masuk Wisma Atlet yang sedang ditutup karena adanya kasus Omicron.
Menurut Amanda, lemahnya tata laksana dan sistem karantina melahirkan banyaknya calo, baik hotel karantina maupun makanan kecil. Karantina di hotel, kata dia, dipatok dengan harga tidak masuk akal mencapai Rp 19 juta per orang untuk 10 hari. “Situasi ini juga dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan aksi suap hingga meloloskan warga untuk tidak mengikuti karantina,” ujarnya.
Koalisi menyesalkan pemerintah kembali menunjukkan sifat antikritik. Warga yang mengeluhkan dan merekam kejadian penumpukan antrean karantina di bandara justru dihukum, dengan menempatkan antreannya di akhir untuk menuju lokasi karantina. Padahal, pemerintah mestinya melihat aksi tersebut sebagai dorongan memperbaiki sistem karantina.
Selain itu, Amanda menilai pemerintah justru meminta warga yang mampu untuk memilih karantina berbayar sehingga tidak terjadi penumpukan. “Kondisi ini berbanding terbalik dengan pengistimewaan pejabat pemerintah yang mendapat dispensasi waktu dan lokasi karantina,” ujar Amanda.
Koalisi pun mendesak pemerintah memastikan perlindungan warga pelaku perjalanan luar negeri dari aksi suap, calo, dan bentuk kecurangan lainnya dengan menindak sesuai aturan yang berlaku. Juga menghentikan segala bentuk represif dan antikritik terhadap warga yang menyampaikan keluhan atas buruknya tata laksana penanganan pandemi.