INFO NASIONAL- Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan, banyak hal yang telah dialami bangsas setelah Indonesia merdeka, “Salah satunya mengalami proses tata negara setelah amandemen UUD Tahun 1945”, ujarnya. Setelah melakukan empat tahap amandemen, ada kemajuan yang dirasakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Meski demikian dampak-dampak yang tidak diinginkan pun juga muncul.
Hal ini disampaikan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat menjadi narasumber dalam diskusi yang berjudul ‘Urgensi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) Untuk Kesinambungan Pembangunan Nasional’. di Ruang Delegasi, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, 16 Desember 2021.
Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu menyatakan MPR mendapat banyak aspirasi masyarakat. Aspirasi itu da yang ingin kembali ke UUD Tahun 1945. Alasannya setelah amandemen ternyata banyak penyimpangan dalam proses ketatanegaraan. “Mereka menyebut bangsa ini telah menyimpang dari Pancasila Sila IV”, tuturnya.
Menurut pria asal Pekalongan, Jawa Tengah, itu bangsa ini berada dalam rezim pemilu. Dari kepala desa hingga sampai presiden semua dipilih lewat pemilu. “Nah proses inilah yang disebut melanggar Sila IV Pancasila sebab bangsa ini harusnya mengedepankan proses musyawarah dan mufakat”, ujarnya.
Kelompok yang lain menganggap bangsa ini tak mungkin menarik kembali jarum jam ke arah mundur atau kelompok yang tak ingin kembali ke UUD Tahun 1945. Alasannya, bangsa ini jauh maju ke depan sehingga tak perlu kembali mengulangi masa lalu. Kelompok ini berpendapat perlu memperbaiki konstitusi dengan amandemen, misalnya agar perekonomian bangsa ini tak terjerumus pada liberalisasi ekonomi.
Arsul mengatakan amandemen UUD Tahun 1945 membuat bangsa ini tak memiliki haluan negara. Meski ada UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang namun dalam prakteknya calon presiden, calon gubernur, calon walikota, dan calon bupati yang terpilih, menjalankan pembangunan berlandaskan pada visi dan misinya.
“Bila periode mereka berakhir, proses pembangunan belum tentu akan tersambungkan ke periode berikutnya”, kata alumni Himpunan Mahasiswa Islam. Pembangunan yang tak terselesaikan ini akibat dari ketidaksinambungan proses pembangunan yang berlandaskan pada visi dan misi seseorang.
Karena itu menurut pria yang pernah menjadi wartawan Majalah Panji Masyarakat itu diperlukan PPHN. “Supaya ada kesinambungan”, tuturnya. Semua Fraksi Partai Politik dan Kelompok DPD di MPR setuju dengan PPHN. (*)