TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Majelis Hakim dalam persidangan perkara korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost atau RJ Lino.
KPK menganggap putusan tersebut merupakan langkah maju dalam pemberantasan korupsi. “Hal ini menjadi langkah maju bagi pemberantasan korupsi,” kata Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, lewat keterangan tertulis, Rabu, 15 Desember 2021.
Ali mengatakan kemajuan itu karena majelis hakim mempertimbangkan perhitungan kerugian negara dalam kasus tersebut. Dalam kasus ini, Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK menghitung kerugian negara melalui akuntansi forensik.
KPK melakukan akuntansi forensik bersama ahli untuk memperkirakan selisih antara harga yang dibayar oleh PT Pelindo dengan ongkos produksi QCC. Penghitungan metode ini dilakukan karena KPK gagal mendapatkan dokumen dari Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) China. HDHM adalah perusahaan tempat PT Pelindo membeli QCC tersebut.
“KPK dapat menghitung kerugian keuangan negara dengan tetap berkoordinasi bersama BPK dan BPKP yang memiliki kewenangan tersebut,” kata Ali.
Ali mengatakan vonis tersebut juga menandai tuntasnya kasus korupsi yang diselidiki, disidik dan dituntut dalam 3 periode pimpinan KPK. KPK menetapkan RJ Lino menjadi tersangka pada 2015 dan baru menahannya pada 2020.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis RJ Lino 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subisder 6 bulan kurungan. Hakim menyatakan Lino terbukti merugikan negara Rp 28 miliar dalam pembelian QCC untuk pelabuhan Panjang Lampung, Pontianak dan Palembang. Sementara pembayaran kerugian negara tidak dikabulkan karena KPK gagal menghadirkan HDHM ke sidang.
Sidang vonis diwarnai dissenting opinion atau perbedaan pendapat oleh Ketua Majelis Hakim Rosmina. Rosmina menyatakan RJ Lino tidak bersalah. Salah satu alasannya, dia mengatakan KPK tidak cermat dalam menghitung kerugian negara di kasus ini.