TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Legislasi dari Fraksi Partai Gerindra DPR, Sodik Mudjahid, mengatakan perubahan judul pada Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang sudah disetujui. Ia mengusulkan agar menghilangkan kata 'kekerasan'.
"Kami menyetujui nama RUU diubah dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Kami juga berharap kata 'kekerasan' dihapus, sehingga menjadi RUU Tindak Pidana Seksual," kata Sodik saat membacakan pendapat Fraksi Gerindra dalam Rapat Pleno Badan Legislasi, Rabu, 8 Desember 2021.
Ia menilai kata 'kekerasan' identik bersifat fisik. Sedangkan dalam RUU tersebut juga mengatur tindak pidana seksual yang bersifat nonfisik.
Selain itu, kata 'kekerasan' bertendensi RUU tersebut lebih mengedepankan penindakan, padahal paradigma pencegahan jauh lebih penting. "Atau setidak-tidaknya harus berimbang antara pencegahan dan penindakan," ujarnya.
Sodik mengatakan Gerindra memberikan masukan tentang landasan filosofis RUU sebagaimana yang tercantum dalam konsiderans menimbang, perlu mengganti frasa 'dari kekerasan' menjadi 'dari ancaman ketakutan'.
Di samping itu, untuk menimbulkan efek jera, pelaku tindak pidana seksual perlu diberi hukuman yang lebih berat sehingga konjungsi 'dan/atau' pada Pasal 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 perlu diganti dengan kata hubung 'dan' saja.
"Artinya, pelaku tindak pidana seksual akan menerima hukuman pidana penjara dan pidana denda. Hal tersebut juga untuk menutup kemungkinan dijatuhkannya hukuman pidana denda saja," tutur Sodik.
Sementara Pasal 5 mengenai pelecehan seksual berbasis elektronik, ia menyatakan perlu perumusan lebih jelas sehingga Fraksi Gerindra mengusulkan frasa 'segala sesuatu yang bermuatan seksual' diganti menjadi 'pornografi dan/atau pornoaksi' sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.Hal tersebut, menurut dia, untuk melindungi pihak yang tidak memiliki niat melakukan kejahatan seksual agar tidak menjadi sasaran pasal tersebut.
Lalu pada Pasal 18 dan Pasal 43 yang memuat frasa 'tidak boleh menjustifikasi kesalahan, cara hidup, dan kesusilaan, termasuk pengalaman seksual korban dan/atau saksi', Sodik berpandangan bahwa frasa tersebut berpretensi melindungi praktik seks menyimpang dan free sex. "Kami berharap agar frasa 'cara hidup dan kesusilaan, termasuk pengalaman seksual' dihapus dari kedua pasal tersebut," katanya.
Sedangkan pada Pasal 66 RUU TPKS tentang peran serta keluarga, Gerindra menilai hal ini bernilai sangat strategis dalam pencegahan tindak pidana seksual. Oleh karena itu, Sodik memandang perlu ada penguatan pasal tersebut berupa reward and punishment kepada keluarga yang aktif atau tidak aktif dalam pencegahan tindak pidana seksual.
Baca juga: Badan Legislasi DPR Setujui Rumusan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual