TEMPO.CO, Jakarta - Steering Committee Muktamar ke-34 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Muhammad Nuh, mengatakan hingga saat ini, belum diputuskan mekanisme apa yang akan digunakan untuk memilih Ketua Umum PBNU di muktamar nanti.
"Untuk Ketum itu nanti kita akan bahas. Peraturannya kan belum kita tetapkan, nanti di Muktamar kita tetapkan, baru itu akan dipakai di proses pemilihan di Muktamar ke-34 nanti," kata Nuh saat ditemui di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Selasa, 7 Desember 2021.
Ketua Umum PBNU saat ini, Said Aqil Siradj, terpilih pada Muktamar di Jombang secara aklamasi. Mekanisme yang dipakai awalnya adalah pemungutan suara. Namun untuk Muktamar NU ke-34 di Lampung, belum dipastikan mekanisme mana yang akan digunakan.
Merujuk pada website resmi PBNU, NU Online, sempat muncul wacana pemilihan Ketua Tanfidziyah alias Ketua Umum, menggunakan mekanisme ahlul halli wal ‘aqdi (ahwa). Ahwa merupakan institusi khusus yang berfungsi sebagai badan legislatif yang ditaati, berisi orang-orang berpengaruh dalam jamiyyah NU, dibentuk karena keperluan khusus pula.
Dalam draf Munas dan Konbes NU 2021, disebutkan bahwa perubahan mekanisme pemilihan ketua tanfidziyah melalui sistem ahwa, didasari atas pertimbangan bahwa selama lima tahun pemberlakuan mekanisme ahwa dalam pemilihan rais syuriyah berjalan dengan lancar, khidmat, dan ditaati semua pihak
Pada Muktamar Jombang 2015 silam, mekanisme ahwa digunakan untuk memilih Rais Aam, yang saat itu memilih Ma'ruf Amin. Meski begitu, Nuh menegaskan belum ada keputusan apapun terkait mekanisme pemilihan Ketua Umum yang diambil sejauh ini.
"Jadi seluruh pemilihan nanti akan sesuai dengan AD-ART. Jadi untuk Rais Aam tentu akan menggunakan ahwa," kata Nuh.
Hingga saat ini, sudah ada dua nama yang mengerucut untuk maju sebagai calon Ketua Umum PBNU. Pertama adalah calon petahana, yakni Said Aqil Siradj, dan satu lagi adalah Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf.
Baca: Muktamar NU Kembali ke Jadwal Awal, M Nuh: Ketakutan PBNU Pecah Tak Terjadi