TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkhawatirkan pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata perihal kepala desa yang korupsi dalam jumlah kecil tak perlu dipenjara akan berdampak serius. Menurut ICW, ucapan itu membuat pejabat desa menjadi semakin berani melakukan korupsi.
“Bukan tidak mungkin kepala desa yang korup semakin terpacu melakukan praktek culas itu,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis, Jumat, 3 November 2021.
Dia mengkhawatirkan para pejabat desa itu menjadi tidak takut lagi melakukan korupsi. Karena toh ketika ketahuan mereka dapat terbebas asal mengembalikan uangnya.
Kurnia mengatakan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 4 menyebutkan bahwa mengembalikan kerugian negara tidak menghapus pidana seseorang. Praktek korupsi, kata dia, tidak bisa dinilai hanya dari besar atau kecil jumlahnya saja.
“Secara nominal, mungkin kecil, tapi bagaimana jika dilakukan terhadap sektor esensial yang berdampak pada hajat hidup masyarakat desa?” kata dia.
ICW, kata Kurnia, menemukan bahwa anggaran desa menjadi sektor paling banyak menjadi bahan bancakan pada 6 bulan pertama 2021. ICW mencatat terdapat 55 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp 35,7 miliar. Selain itu, Kurnia mengatakan kepala desa menjadi aktor ketiga paling banyak yang melakukan korupsi dengan jumlah 61 orang.
“Maka dari itu, korupsi yang dilakukan oleh kepala desa tidak bisa dianggap remeh seperti yang diutarakan oleh Komisioner KPK,” kata dia.
Sebelumnya, Alexander berpendapat kepala desa yang melakukan korupsi dengan jumlah kecil tak usah. Kepala desa itu bisa diberi sanksi pemecatan dan diwajibkan mengembalikan uang ke negara. Dia mengatakan proses hukum akan jauh lebih mahal daripada jumlah uang yang bisa dirampas negara di kasus itu.
“Artinya apa? Tidak efektif,” kata Alex dalam Peluncuran Desa Antikorupsi di Kampung Mataraman Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta, Rabu, 1 Desember 2021.
Baca: Dua Kades di Lembang Diduga Jual Tanah Aset Negara, Kerugian Rp 50 Miliar