TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani, meminta pemerintah tidak reaktif dalam merespons aksi demo buruh atas penetapan upah minimum di sejumlah daerah.
Netty menilai aksi demo buruh seperti sebuah siklus yang terus berulang, karena ada relasi yang tidak setara antara pekerja dan pemberi kerja.
“Kalau memang ini siklus yang berulang, seharusnya kita tidak meresponnya dengan tindakan reaktif. Justru dari tahun ke tahun harusnya ada perbaikan,” kata Netty dalam keterangannya, Sabtu, 27 November 2021.
Netty mengatakan perbaikan tersebut harus bersifat fundamental. Selama ini, kata politikus PKS tersebut, paradigma yang terbangun di masyarakat adalah orang sekolah berpendidikan tinggi, lalu mendapat ijazah, kemudian menjadi pencari kerja. Padahal, seharusnya sudah mulai diupayakan ada pergeseran paradigma agar masyarakat Indonesia yang menempuh pendidikan tidak berorientasi menjadi job seeker.
“Berarti harus ada strategi atau upaya untuk menciptakan pembuat lapangan kerja (job creator). Bagaimana caranya agar kita bisa melakukan peningkatan kapasitas (upscaling) untuk mencetak job creator? Agar kita bisa melakukan shifting dari job seeker menjadi job creator,” ujarnya.
Netty menyarankan agar Kementerian Ketenagakerjaan menyusun desain peta jalannya terkait dengan perubahan fundamental tersebut. Istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ini berharap di tahun-tahun mendatang, relasi antara pekerja dan pemberi kerja semakin membaik dan tidak timpang. Sehingga, jika ada demonstrasi, Netty meyakini jumlahnya semakin menurun karena kesejahteraan buruh yang makin meningkat.
“Karena kita juga memahami yang namanya demonstrasi wajar, karena ada ruang dari konstitusi kita yang memberikan hak warga negara menyatakan pendapat,” ucap Netty.
FRISKI RIANA
Baca: UU Cipta Kerja Inkonstitusional, KSPI akan Demo Tuntut Revisi Upah Minimum