INFO NASIONAL – Indonesia berkomitmen menurunkan emisi karbon sebesar 29 persen dengan upaya sendiri, atau tanpa syarat di bawah skenario business-as-usual (BAU), dan pengurangan emisi 41 persen bersyarat di bawah BAU yang sama, dengan bantuan internasional.
Pada pembaruan (updated) NDC yang telah disusun per Juli 2021 silam, Indonesia berkomitmen menaikkan ambisi adaptasi perubahan iklim dengan memasukkan aksi-aksi yang lebih nyata, adaptasi di sektor kelautan, serta lebih terintegrasi dengan isu-isu penting lainnya, seperti keanekaragaman hayati dan desertifikasi.
Baca Juga:
Vice Chairman Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), Kimin Tanoto, menyoroti berbagai industry di Indonesia yang harus berkomitmen mendukung pemerintah agar memenuhi kesepakatan Paris untuk mengurangi emisi karbon hingga nol persen pada 2060. "Kita perlu sadar, dan melakukan aksi nyata untuk lingkungan, kita perlu berubah dan bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan kita," ujarnya.
Salah satu industri yang menjadi sorotan yakni industri baja, pasalnya teknologi yang digunakan terbilang sudah usang dan tak ramah lingkungan. Industri produksi baja adalah salah satu dari banyak proses industri yang siap diarahkan untuk lebih ramah lingkungan dan mengunsung prinsip-prinsip keberlanjutan. Namun tantangannya cukup besar. Menurut Badan Energi Internasional, sektor besi dan baja bertanggung jawab atas 2,6 gigaton emisi karbon dioksida setiap tahunnya. Pada 2019, angka ini lebih besar dari emisi dari industri semen dan bahan kimia.
Karena itu diperlukan kerja sama antara perusahaan baja nasional dengan pemerintah dalam menyusun peta jalan penggunaan teknologi baru dalam industri tersebut. “Perlu masukan yang komprehensif dari semua pemangku jabatan sehingga roadmap yang kita sepakati dapat dilaksanakan dengan baik dan bertanggung jawab,” kata Kimin. (*)
Baca Juga: