TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) berupaya menyiapkan sumber daya manusia unggul yang mampu menciptakan inovasi dan melahirkan produk-produk merah putih.
"Inovasi adalah elemen penting agar kita bisa berdaulat di negeri sendiri," ujar pelaksana tugas Dirjen Pendidikan Tinggi, Nizam dalam sebuah diskusi, Rabu, 10 November 2021.
Salah satu program MBKM untuk mendorong mahasiswa melahirkan inovasi berbasis teknologi adalah Program Bangun Kualitas Manusia Indonesia (Bangkit). Program Bangkit masuk di dalam kategori studi independen yang merupakan salah satu program unggulan Kampus Merdeka.
Program yang hadir atas kolaborasi Ditjen Dikti Kemendikbudristek dengan Google, Gojek, Traveloka, dan Tokopedia ini, telah meluluskan sebanyak 2.250 mahasiswa. Program tersebut dirancang khusus untuk mempersiapkan para mahasiswa dengan keterampilan dan sertifikasi teknologi yang kini sangat dibutuhkan, seperti di bidang machine learning, mobile development, dan cloud computing.
Para mahasiswa yang menjadi peserta Program Bangkit mengikuti pelatihan selama satu semester atau selama lebih dari 700 jam kursus dengan bobot studinya setara dengan 20 SKS. Kemudian, pada akhir masa studi akan dipilih 15 tim proyek akhir untuk mendapatkan pengembangan lebih lanjut termasuk hibah inkubasi dan dukungan dari perguruan tinggi yang menjadi mitra program.
"Saya melihat 15 proyek yang terpilih dalam Program Bangkit 2021 itu luar biasa sekali, mengarah kepada ekonomi di masa depan," ujar Nizam.
Salah satu proyek yang disebut Nizam adalah Aplikasi Kaki Keenam, sebuah platform untuk membeli jajanan kaki lima yang dikembangkan oleh tim dari UIN Jakarta, ITB, dan Universitas Mataram. Aplikasi tersebut membantu mempertemukan pedagang keliling dengan pembelinya melalui sistem peta dan notifikasi, sehingga membeli makanan keliling semudah memencet tombol pesan.
Adapula Aplikasi Bacara, jembatan komunikasi pembelajaran bahasa isyarat ini dikembangkan oleh tim mahasiswa yang terdiri dari Institut Teknologi Harapan Bangsa, Universitas Indonesia, Universitas Esa Unggul dan Telkom University.
Karya rintisan inovatif lainnya adalah Aplikasi Buangin yang dkembangkan oleh tim dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ITS, dan Universitas Udayana. Aplikasi ini dirancang untuk mengatasi problem penumpukan sampah di sekitar masyarakat, yang disebabkan oleh ketidakpastian kedatangan petugas pengangkut sampah.
Salah satu anggota tim penggagas, Aditya Davin Pradana, mengatakan aplikasi ini memadukan machine learning, cloud computing, dan android mobile development untuk membuat dua aplikasi dan satu produk internet of things (IoT).
Ada Buangin Wastecare, aplikasi yang diperuntukkan bagi pengguna. Dengan memanfaatkan machine learning, aplikasi ini dilengkapi dengan fitur pilahin yang memiliki kemampuan image classification untuk membantu pengguna memisahkan sampah menjadi tiga kategori, yaitu organik, anorganik, dan beracun dengan akurasi 96 persen deep AI learning model.
Sementara Buangin Garbo, aplikasi yang diperuntukkan bagi petugas tempat pembuangan sampah. "Lalu ada Smartbin, tempat sampah pintar yang dilengkapi dengan sensor ultrasonik yang dapat mengirimkan pembaruan status ke aplikasi Garbo sehingga memudahkan petugas TPA mengetahui lokasi Smartbin terdekat yang harus segera diangkut," kata Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut, Agustus lalu.
Ketiga karya di atas meraih predikat tiga besar ide terbaik Program Bangkit 2021. Proyek terpilih lain yang tak kalah inovatif adalah Aplikasi Obuce, sebuah platform tele-nutrisi yang akan membantu pengguna dalam mencapai berat badan ideal. Aplikasi ini dibuat oleh tim yang terdiri dari mahasiswa IPB, Universitas Jember, dan Universitas Brawijaya.
Selain berbagai karya yang diinkubasi lewat Program Bangkit, perguruan tinggi di Indonesia juga sudah banyak mengembangkan karya-karya inovatif lainnya. Di antaranya, ada sejumlah produk kendaraan listrik merah putih seperti Gesits 2020, motor skuter listrik buatan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang saat ini sudah menjadi raja jalanan di Papua dan masuk pasar ekspor. Selain itu, ada pula mobil listrik buatan anak bangsa, yakni Fin Komodo Bledhex, hingga medium e-bus buatan anak-anak ITB.
Untuk menghilirkan karya-karya inovatif dari perguruan tinggi, Ditjen Dikti sudah menyediakan platform kedaireka.id. Resmi diluncurkan pada Desember 2020 lalu, platform Kedaireka sebagai ekosistem inovasi dan skema dana padanan (matching fund) diharapkan bisa menjawab tantangan banyaknya produk kampus yang tidak bisa terhilirisasi secara optimal.
Ketua Tim Kerja Akselerasi Kampus Merdeka dan Koordinator Kedaireka, Achmad Adhitya mengatakan, salah satu tantangan dalam ekosistem inovasi di Indonesia adalah keterbatasan akses. Dari 3.000 kampus yang dijajaki, hanya 5 persen kampus yang memiliki akses untuk bekerja sama dengan industri secara berkelanjutan.
"Jadi, artinya ada 95 persen kampus yang kesulitan untuk mendorong agar hasil penelitiannya termanfaatkan oleh industri” ujar Adhitya, Jumat, 5 November 2021.
Saat ini, ujar Adhitya, sudah ada 3.143 perusahaan yang tergabung dalam platform Kedaireka dan secara organik, hampir 40 perusahaan yang bergabung setiap harinya. “Perusahaan terdiri dari perusahaan multinasional, nasional, maupun perusahaan daerah,” ujar dia.
Selain itu, lanjut Adhitya, Kedaireka juga tengah mendorong kolaborasi dengan lembaga internasional melalui diaspora. “Totalnya, sudah ada 20.548 pengguna terdaftar di platform Kedaireka, 1.050 proposal matching fund dengan total nilai yang diajukan sebesar Rp1,4 triliun, dan kontribusi industri sebesar Rp1,1 triliun,” ujar dia.
Dosen IPB Penerima Hibah Kedaireka, Meika Syahbana Rusli, menilai, “Selama ini memang kampus dan industri sering tidak ketemu. Kedaireka merupakan salah satu solusi untuk memfasilitasi kolaborasi kampus dan industri,” ujar Meika.
IPB, diakui Meika, pada 2021 menerima hibah sebesar Rp24 miliar dari Kemendikbudristek dan Rp34 miliar dari perusahaan swasta, sehingga totalnya dana hibah yang didapatkan berjumlah hampir Rp60 miliar. “Dana sebesar itu untuk membiayai 34 proposal hilirisasi temuan-temuan yang sudah dimiliki oleh IPB,” tutur Meika.
Akselerasi berbagai inovasi perguruan tinggi ini diharapkan bisa menggerakan ekonomi dan kemajuan teknologi. Di samping itu, keberpihakan semua pihak akan karya buatan dalam negeri menjadi kunci penting pengembangan produk-produk merah putih.
DEWI NURITA
Baca: Universitas Sambut Kampus Merdeka dengan Buka Program Studi Baru