TEMPO.CO, Jakarta - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE kembali menjadi alat kriminalisasi. Kali ini, jurnalis media daring berita.news, Muhammad Asrul, menjadi korban kriminalisasi UU ITE setelah menulis berita mengenai dugaan korupsi di Palopo, Sulawesi Selatan. Dilansir dari Koran Tempo, Muhammad Asrul divonis tiga bulan penjara setelah terbukti mencemarkan nama baik pejabat daerah di Palopo, Sulawesi Selatan.
Muhammad Asrul bukanlah korban pertama dari UU ITE. Banyak pihak yang telah menjadi korban kriminalisasi UU ITE, mulai dari jurnalis, aktivis, bahkan hingga penegak hukum. Dilansir dari tempo.co, sebelum Asrul, Dandhy Dwi Laksono, Jurnalis Watchdoc, pernah menjadi korban kriminalisasi UU ITE. Dandhy diciduk polisi setelah cuitan dan unggahannya di media sosial dilaporkan sebagai bentuk ujaran kebencian terhadap individu atau kelompok tertentu.
Selain Dandhy, Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, juga pernah menjadi korban pasal karet UU ITE. Novel pernah dilaporkan ke polisi oleh Politikus PDIP, Dewi Tanjung, atas tuduhan berita bohong pada 2017. Dewi menuduh sakit yang diderita Novel akibat siraman air keras merupakan berita bohong yang mengada-ada. Namun, setelah diselidiki lebih lanjut, laporan Dewi ternyata berkebalikan dengan fakta yang ada.
Banyaknya laporan mengenai penyalahgunaan UU ITE memunculkan wacana mengenai pihak yang paling sering menggunakannya. Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (PAKU ITE) menyampaikan deretan aktor yang paling sering menggunakan UU ITE untuk melaporkan seseorang ke polisi. Data mengenai deretan aktor tersebut diperoleh setelah PAKU ITE menghimpun data dan laporan dari berbagai sumber sekaligus.
Data dan laporan yang diterima PAKU ITE menunjukkan bahwa pejabat pemerintah, pengusaha, dan polisi merupakan deretan aktor yang paling sering menggunakan UU ITE untuk melapor ke polisi. Koordinator PAKU ITE, Muhammad Arsyad, menyatakan bahwa pejabat pemerintah menjadi aktor nomor satu yang paling sering menggunakan UU ITE untuk membuat laporan ke polisi. Laporan tersebut umumnya dibuat untuk membungkam para pengkritiknya di media sosial.
Hal yang sama juga dilakukan oleh pengusaha di media sosial. Arsyad menyatakan bahwa kekuatan finansial para pengusaha membuat mereka mudah menggunakan UU ITE untuk membungkam kritikus perusahaan mereka, terutama para buruh yang sering mengkritik rendahnya upah dan kebijakan perusahaan. Karena berbagai faktor tersebut, pengusaha menjadi aktor nomor dua yang paling banyak menggunakan UU ITE sebagai instrumen kriminalisasi.
Aktor ketiga yang paling sering menggunakan UU ITE untuk mengkriminalisasi adalah polisi. Hal tersebut berangkat dari fakta bahwa beberapa kasus pelaporan UU ITE berawal dari laporan polisi itu sendiri. Kasus Dandhy Laksono dan Ravio Patra merupakan salah dua kasus UU ITE yang berawal dari aduan polisi sendiri.
BANGKIT ADHI WIGUNA
Baca juga: UU ITE Masih Makan Korban, Amnesty Desak Revisi Aturan