TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan wadah musyawarah para ulama, pemimpin dan cendekiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami serta meningkatkan partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional, menyadur definisi dari Peraturan Presiden Nomor 151 Tahun 2014 Tentang Bantuan Pendanaan Kegiatan Majelis Ulama Indonesia (“Perpres 151/2014”).
MUI bermula dari “Piagam Berdirinya MUI,” wadah ulama ini terdiri dari 26 ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada 26 Juli 1975. Sejumlah 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti., Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Polriserta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.
Menurut laman mui.org menyebutkan bahwa berdirinya MUI bertepatan setelah 30 tahun merdeka, saat bangsa Indonesia ada di fase kebangkitan kembali. Pada saat itu, disebutkan banyak yang kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.
Hingga kini terhitung sudah 46 tahun MUI hadir di Indonesia, mewadahi musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim yang berusaha berikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kemudiam nasihat dan fatwa tentang persoalan keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, supaya terwujudnya peningkatan ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa.
MUI juga jadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah untuk sukseskan pembangunan nasional.
Lalu, MUI juga membangun hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.
Fatwa salah satu hasil kerja sebagaimana fungsi hadirnya MUI di negara hukum seperti Indonesia menurut kacamata hukum ketatanegaraan menjelaskan sebuah fatwa MUI tidak serupa dengan hukum negara yang mempunyai kedaulatan yang bisa dipaksakan bagi seluruh rakyat. Selain itu, fatwa MUI tidak harus ditaati oleh seluruh warga negara dan tidak bisa miliki sanksi. Namun di sisi lain fatwa MUI mengikat bagi komunitas Islam yang mesti ditaati bila merasa punya ikatan terhadap MUI itu sendiri.
TIKA AYU