Menurut Nizam, ke depan relevansi antara pendidikan tinggi dan kebutuhan zaman menjadi kunci penting. Kampus harus membekali sarjana-sarjana yang lulus untuk siap memasuki dunia profesi atau menciptakan lapangan pekerjaan.
"Di Indonesia ini ada 8,7 juta mahasiswa. Setiap tahun, sekitar 1,7 juta sarjana yang lulus. Kalau 1,7 juta tadi menjadi SDM yang unggul, kreatif, dan inovatif, ini akan membawa kemajuan pada pertumbuhan ekonomi. Tapi kalau menjadi pengangguran intelektual, maka dampaknya itu akan sangat membahayakan. Kita akan terjebak sebagai negara berpenghasilan menengah," ujar Nizam.
Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal mengatakan program Kampus Merdeka ini sangat memudahkan kampus dalam membuka Prodi baru yang spesifik sesuai dengan kebutuhan industri dan pasar.
Syarat membuka Prodi baru sudah lebih ringan, yaitu dari enam dosen menjadi lima dosen. Sebanyak lima orang itu bisa terdiri dari tiga dosen tetap dan dua dosen dari luar perguruan tinggi pengusul dengan memperhitungkan full time equivalent tugas mengajar.
Namun, ujar Fasli, kekurangannya saat ini belum ada panduan yang jelas untuk mengusulkan izin program studi yang spesifik sesuai dengan kebutuhan terbaru di dunia usaha dan dunia industri tadi.
"Seperti yang disebutkan Dirjen Dikti, diperlukan ahli
artificial intelligence, yang seakan-akan membutuhkan S1 baru karena kebutuhan yang sangat cepat, tapi ternyata prosedurnya belum ada. Apakah bisa dijawab dengan mikro kredensial saja? Kalau bisa, itu saja yang diperkenalkan betul, jadi tidak usah kita main di S1, tapi bermain di mikro kredensial," ujar Fasli.
Masalah lainnya, ujar Fasli, masih terdapat kekakuan dalam mewajibkan liniearitas penyediaan sumber daya manusia yang mampu mengampu Prodi. "Ini yang sering membuat kami terperangkap dan gagal mengusulkan," ujarnya.
Ia mencontohkan ada dosen yang program magister dan doktoralnya sesuai dengan mata kuliah yang akan diampu namun karena gelar sarjananya tidak linier dianggap tidak memenuhi syarat.
"Ada lagi dosen yang tidak melewati program magister karena terpilih langsung mengikuti program PhD selama 4 tahun. Ini juga menjadi masalah karena enggak ada masternya. Nah, aturan-aturan ini juga harus di-review agar tercipta sistem yang lebih fleksibel dan nyaman untuk kita semua," tuturnya ihwal pembentukan program studi baru dalam kebijakan Kampus Merdeka.
Baca juga: Kampus Merdeka: Ideal Secara Konsep, Beban Bagi Program Studi
DEWI NURITA