TEMPO.CO, Jakarta - Pada Senin 22 November 2021 diadakan diskusi antara pihak rektorat dan mahasiswa dengan membahas Kawasan Kerohanian UGM melalui acara bernama Gadjah Mada Intellectual Club (GIC). Acara ini mengangkat judul “Tarik Ulur Pembangunan Kawasan Kerohanian: Mempertanyakan Keseriusan Nilai Pancasila UGM”.
GIC ini diadakan oleh Panitia Kerja Pembangunan Fasilitas Kemahasiswaan (PFK) UGM yang terdiri atas perwakilan berbagai organisasi seperti Badan Kelengkapan Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa (BK MWA UM), Forum Komunikasi Unit Kegiatan Mahasiswa (Forkom UKM), Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM), dan Forum Advokasi (Formad) UGM. Acara ini mendatangkan pihak rektorat dan UKM Kerohanian sebagai pembicara. Lalu bagaimana tanggapan dari penyelenggara dan pihak rektorat mengenai diskusi yang berlangsung?
Djagal Wiseso Marseno, Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan, mengapresiasi dengan adanya diskusi ini. “Semoga GIC dapat menjadi ikon UGM,” katanya.
Selain itu dari pihak penyelenggara, diskusi ini sudah cukup memberi kepastian mengenai pembangunan Kawasan Kerohanian UGM. Hal ini disampaikan oleh Ade Agoes Kevin Dwi Kesuma, sebagai anggota MWA UM UGM, yang menyatakan bahwa tujuan dari diskusi ini sudah cukup tercapai sebab sudah dijelaskan mengenai timeline dan rencana ke depannya. “Namun, pengawalan dari pelaksanaan ini akan terus berlangsung untuk meminimalisir janji semata,” kata Kevin.
Hal ini selaras dengan pernyataan Pandu Wisesa Wisnubroto, Koordinator Formad UGM, bahwa diskusi ini telah menghadirkan diskursus dari dua perspektif yaitu pihak rektorat dan mahasiswa. Pandu cukup senang karena pihak rektorat menyetujui didirikannya kawasan kerohanian. Akan tetapi, ia menyayangkan pihak rektorat baru melaksanakan ide yang sudah 5 tahun dirumuskan. “Ide sudah ada sejak lama, namun tindak lanjutnya baru sekarang,” kata Pandu.
Menurut Afif Hanif Fahrudin, Menteri Koordinator Pergerakan BEM KM UGM, diskusi ini akhirnya bisa memberikan kejelasan mengenai pembukaan Kawasan Kerohanian. Kepastian tersebut dilihat dari penjelasan timeline pembangunan, perubahan blueprint, serta progres pembangunan oleh pihak rektorat.
Afif menyatakan bahwa UGM sebagai Universitas Pancasila seharusnya bisa mengilhami nilai-nilai kerohanian melalui pembangunan fasilitas keagamaan bagi mahasiswa. “Pembangunan rumah ibadah bagi seluruh agama merupakan bentuk keanekaragaman yang seharusnya dapat mencerminkan UGM sebagai Universitas Pancasila,” kata Afif.
Sedikit berbeda dengan pendapat yang lain, Jadhug Ario Bismo, Ketua Forkom UKM UGM, sedikit menyayangkan kurangnya porsi diskusi antara dua belah pihak. Namun, ia memahami karena keterbatasan waktu. “Padahal kalau ada waktu yang cukup, saya ingin menanyakan mengenai jaminan apa yang akan diberikan agar pelaksanaan pembangunan ini supaya tidak hanya janji manis?” katanya.
Namun, Jadhug merasa cukup jelas mengenai pemaparan rektorat tentang grand design serta transparansi pembangunan Kawasan Kerohanian UGM. “Tapi untuk timeline sudah jelas, seperti peletakkan batu pertama yang akan dilaksanakan pada Mei 2022,” kata Jadhug.
JACINDA NUURUN ADDUNYAA
Baca: Rektorat UGM Janjikan Mei 2022 Peletakan Batu pertama Kawasan Kerohanian
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.