TEMPO.CO, Jakarta - Pihak rektorat UGM menjanjikan peletakan batu pertama pada bulan Mei 2022 untuk pembangunan Kawasan Kerohanian UGM. Pernyataan ini merupakan jawaban dari pertanyaan mahasiswa mengenai kepastian pembangunan Kawasan Kerohanian UGM.
Panitia Kerja Pembangunan Fasilitas Kemahasiswaan (PFK) mengadakan Gadjah Mada Intellectual Club bertajuk “Tarik Ulur Pembangunan Kawasan Kerohanian: Mempertanyakan Keseriusan Nilai Pancasila UGM” pada Senin, 22 November 2021 di Gadjah Mada University Club.
Melalui diskusi ini mahasiswa mempertanyakan kepastian pembangunan Kawasan Kerohanian. Mahasiswa meminta transparansi dan keterlibatan mahasiswa mengenai perencanaan, pembangunan, dan pengawasan. Selain itu, meminta rektorat untuk mempertegas timeline pembangunan.
Pihak rektorat yang diwakili oleh Djagal Wiseso Marseno sebagai Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan; Muhammad Sulaiman sebagai Direktorat Perencanaan; dan Suharyadi sebagai Direktorat Kemahasiswaan, menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh mahasiswa.
Suharyadi menjelaskan mengenai kendala yang sedang dialami. Ia menjabarkan mengenai tahap-tahap yang dilalui untuk mendirikan bangunan, seperti pertama, membuat pra desain. Kedua, membuat Detail Engineering Design (DED) untuk mengetahui keamanan bangunan. Ketiga, perumusan biaya. Keempat, pembebasan lokasi. Kelima, pelelangan pekerjaan.
“Dari seluruh tahapan, saat ini sedang berada di tahap penyelesaian lahan untuk lokasi Kawasan Kerohanian UGM,” kata Suharyadi. Selaras dengan pernyataan tersebut, Sulaiman menyatakan bahwa masih terdapat beberapa blok yang harus dipindahkan karena tempat tinggal dosen senior dan laboratorium.
Selain pembebasan lahan, pihak rektorat telah membentuk Tim Perumusan Fasilitas Kerohanian berisikan 14 orang yang terdiri atas pembina kerohanian serta pihak rektorat. Tim ini bertugas memberikan masukan mengenai desain yang sedang digarap.
Sebenarnya, rektorat telah membuat desain Kawasan Kerohanian dengan basement sejak tahun 2021. Namun tersandung kebijakan Keraton Yogyakarta yang tidak memperbolehkan pendirian bangunan menggunakan basement, sehingga dilakukan redesain. “Sampai saat ini, terdapat tiga alternatif desain yang akan dibahas lebih lanjut,” kata Sulaiman.
Selain itu, pihak rektorat menyinggung mengenai keuangan. Biaya yang dikeluarkan untuk mendirikan Kawasan Kerohanian tidak hanya berasal dari Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) UGM, namun juga berasal dari mitra. “Keuangan pendirian rumah ibadah bisa 100 persen dari mitra,” kata Suharyadi.
Jagal sebagai pengawas konten serta infrastruktur Kawasan Kerohanian mengharapkan pendirian lokasi ini tidak hanya secara fisik saja, namun juga memiliki nilai spiritualitas. “Pembangunan Kawasan Kerohanian tidak hanya berkuantitas, namun juga berkualitas,” kata Jagal.
Mahasiswa menanggapi baik respons dari pihak rektorat. Namun, mereka meminta adanya transparansi progres pembangunan Kawasan Kerohanian. “Bagaimana cara agar kami bisa memantau timeline dan kawasannya? Saran saya dengan membuat laman yang berisi progres dari pembangunan ini,” kata Wildan Ade Wahid, Mahasiswa UGM.
JACINDA NUURUN ADDUNYAA
Baca: Mahasiswa UGM Desak Pembangunan Kawasan Kerohanian yang Tak Kunjung Terealisasi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.