TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak segera mendirikan Kawasan Kerohanian UGM. Awalnya, UGM berniat mendirikan kawasan kerohanian sebagai bentuk implementasi nilai-nilai Pancasila. Pembangunan ini telah dimasukkan dalam master plan pembangunan UGM 2017-2022 oleh Panut Mulyono, Rektor UGM. Namun, pembangunan Kawasan Kerohanian UGM masih belum dilaksanakan sampai saat ini. Lalu bagaimana keresahan dan tuntutan para mahasiswa UGM?
Mahasiswa membutuhkan tempat untuk melakukan ibadah. Namun, UGM hanya memiliki masjid, sedangkan agama lain masih belum memiliki tempat ibadah. Padahal tempat ibadah diperlukan untuk menunjang aktivitas pengurus, beribadah, dan perayaan keagamaan. Melalui diskusi Gadjah Mada Intellectual Club pada 22 November 2021, bertajuk “Tarik Ulur Pembangunan Kawasan Kerohanian: Mempertanyakan Keseriusan Nilai Pancasila UGM” yang diadakan oleh Panitia Kerja Pembangunan Fasilitas Kemahasiswaan (PFK) UGM, mahasiswa menyatakan keresahannya.
Tak jarang mahasiswa harus meminjam ruangan di fakultas maupun tempat lain untuk melakukan ibadah dan perayaan keagamaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Christina Angelia, perwakilan dari Unit Kerohanian Kristen UGM, bahwa cukup sulit untuk mencari ruangan ketika ingin melakukan kegiatan keagamaan. “Ketika meminjam ruangan, tak jarang kami dimintai uang gedung. Padahal ini untuk acara keagamaan,” kata Christina.
Keresahan tempat ini juga dirasakan oleh Keluarga Mahasiswa Katholik Misa Kampus. Ireneus Seno Prasojo, perwakilan Keluarga Mahasiswa Katholik Misa Kampus, menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan keagamaan diadakan dengan meminjam ruangan di fakultas. Hal ini juga dikuatkan oleh Pembina Katholik Misa Kampus, Indra Perdana, yang menyatakan bahwa salah satu masalah yang selalu dialami adalah ruangan. “Problemnya itu selalu terbentur dengan ruangan, karena ruang yang digunakan bukan merupakan tempat ibadah. Untuk peminjaman terdapat perizinan dan prosedur yang harus dilewati,” kata Indra.
Peminjaman tempat yang sulit juga dialami oleh Keluarga Mahasiswa Buddhis. Selain peminjaman tempat, Santiago Husada, Perwakilan Keluarga Mahasiswa Buddhis, mengeluhkan kesekretariatan yang gabung dengan agama lain. “Barang-barang tercampur karena tempat kesekretariatan menjadi satu,” kata Santiago Husada.
Selain tempat, terdapat masalah aksesibilitas yang dialami oleh mahasiswa Hindu Dharma. Letak rumah ibadah yang jauh menyebabkan mahasiswa beragama Hindu tidak dapat beribadah setiap hari. “Jarak tempat ibadah terdekat kami adalah 6 km dari UGM,” kata Fabby Liana.
Mahasiswa Hindu Dharma juga membutuhkan tempat yang memadai seperti ruang berukuran 15x15m, berada di kawasan UGM sehingga mudah dijangkau, serta sarana dan prasarana seperti pelinggih, ruang terbuka hijau, dan pohon bunga.
Pihak rektorat menanggapi keresahan mahasiswa mengenai Kawasan Kerohanian UGM dengan menyampaikan progres. “Pada bulan Mei 2022, akan dilakukan peletakan batu pertama,” kata Muhammad Sulaiman, Direktorat Perencanaan.
JACINDA NUURUN ADDUNYAA
Baca: Bagaimana Pelecehan Seksual Terjadi di UI dan UGM
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.