TEMPO.CO, Jakarta - Perang Puputan Margarana di Bali pada 20 November 1946 merupakan salah satu peristiwa sejarah Indo paling penting. Dilansir dari berbagai sumber, Perang Puputan Margarana dan perang pasca-Kemerdekaan lainnya menunjukkan bahwa Proklamasi Kemerdekaan 1945 bukanlah akhir perjuangan rakyat Indonesia dalam melawan penjajah. Perang yang berlangsung di Desa Marga, Kecamatan Margarana, Tabanan tersebut dipimpin oleh sosok Ketua Divisi Sunda Kecil pada waktu itu, yakni I Gusti Ngurah Rai.
I Gusti Ngurah Rai masih berusia 29 tahun ketika memimpin pasukan Ciung Wanara untuk melawan penjajah Belanda yang berambisi untuk membentuk Negara Indonesia Timur pada waktu itu. Karena usianya yang masih sangat belia, I Gusti Ngurah Rai menjadi salah satu tokoh Pahlawan Nasional yang paling dihormati. Bandara paling besar dan satu-satunya di Bali pun dinamai berdasarkan namanya.
Sejak masih kecil, I Gusti Ngurah Rai memang merupakan sosok yang memiliki keberuntungan tertentu. Dilansir dari repository.unej.ac.id, I Gusti Ngurah Rai lahir pada 30 Januari 1917 dari keluarga yang cukup mapan. Hal tersebut membuatnya menikmati fasilitas hidup yang cukup baik dibandingkan anak seusianya. Pada 1 Desember 1936, I Gusti Ngurah Rai memutuskan untuk masuk Lembaga Pendidikan Militer di Gianyar yang berada di bawah naungan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Dilansir dari kintamani.id, I Gusti Ngurah Rai mengenyam pendidikan militer yang cukup istimewa. Ia masuk dalam Korps Prajoda. Hanya beberapa orang yang berasal dari kalangan bangsawan dan orang terpandang yang bisa masuk Divisi tersebut.
Selepas menempuh pendidikan selama empat tahun, I Gusti Ngurah Rai akhirnya lulus pada 1940 dengan pangkat Letnan Dua. Namun, riwayat pendidikan I Gusti Ngurah Rai tidak berhenti di situ. Dilansir dari kintamani.id, I Gusti Ngurah Rai melanjutkan pendidikan ke Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) yang berlokasi di Magelang serta Akademi Pendidikan Arteri yang ada di Malang.
Ketika Indonesia merdeka pada 1945, I Gusti Ngurah Rai memutuskan untuk bergabung ke pasukan Indonesia. Di sana, ia dinobatkan sebagai komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Ia juga diamanahi untuk memimpin pasukan Ciung Wanara, pasukan yang kemudian membersamainya dalam melawan penjajah Belanda di Bali dalam Perang Puputan Margarana.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca: Ritual Adat Warga Bali Mengenang Perjuangan I Gusti Ngurah Rai