TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pers Arif Zulkifli mengatakan bahwa wartawan bekerja berdasarkan mandat konstitusi dan UU Pers No. 40/1999 untuk memenuhi hak publik untuk tahu. Dalam bekerja, kata Arif, wartawan dilindungi undang-undang dan karenanya penghalang-halangan terhadap kerja wartawan melanggar undang-undang.
Memeriksa telepon seluler dan merusak sim card wartawan, kata dia, merupakan pelanggaran terhadap prinsip kebebasan pers. “Patut disayangkan dalam persidangan (kasus kekerasan terhadap wartawan Tempo Nurhadi), saksi ahli membenarkan tindakan terdakwa,” kata Arif, Kamis, 18 November 2021.
Pernyataan Arif merespon keterangan ahli dalam sidang lanjutan kasus kekerasan terhadap Nurhadi di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu kemarin, 17 November 2021. Ahli yang dihadirkan terdakwa Purwanto dan Muhammad Firman Subkhi sebagai saksi meringankan ialah Toetik Rahayuningsih dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Dalam keterangannya Toetik mengatakan bahwa terdakwa yang juga anggota polisi boleh memeriksa isi ponsel orang lain karena polisi diberi mandat membuat situasi tertib dan terkendali. “Ini upaya persuasif untuk menghindari kekacauan, apalagi pihak kepolisian hadir untuk mengayomi masyarakat,” kata ahli hukum pidana itu.
Pernyataan lain Toetik adalah bahwa perkara antara polisi dan jurnalis sebaiknya diselesaikan secara damai, karena polisi dan jurnalis sejatinya berteman. Keterangan Toetik mengacu pada sikap terdakwa yang mengantarkan Nurhadi pulang setelah dianiaya dan diintimidasi pada Sabtu malam, 27 Maret 2021 lalu. Ia menilai pengantaran pulang itu sebagai wujud perdamaian.
"Wartawan sama polisi itu berteman, toh kasus-kasus kriminal itu dimuat wartawan. Bahasanya kan restorative justice. Jadi kalau ada orang beritikad baik dan tulus kemudian ditersangkakan, padahal awalnya damai, ya sudah damai saja, diselesaikan baik-baik," kata Toetik.
Menurut Arif pernyataan Toetik ini juga kurang tepat. Polisi dan wartawan, kata dia, boleh saja berkawan. Tapi perkawanan itu tidak berarti polisi boleh merintangi kerja wartawan. Sehingga istilah restorative justice yang dipakai ahli agar kasus penganiayaan Nurhadi diselesaikan di luar jalur hukum merupakan salah kaprah.
“Ini upaya nyata untuk mengaburkan inti persoalan, menormalkan penganiayaan dan membiarkan praktek penghalang-halangan kerja jurnalistik terjadi,” kata anggota Dewan Pers Arif Zulkifli.
Baca Juga: Dewan Pers Beri Dukungan Moral Wartawan Tempo Nurhadi yang Alami Kekerasan