TEMPO.CO, Jakarta - Tiga mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi membuat kanal YouTube. Melalui kanal Youtube, mereka menyatakan ingin menyebarkan pesan antikorupsi. Ketiganya adalah mantan penyidik Novel Baswedan dan Yudi Purnomo serta mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Novel Baswedan membuat kanal YouTube sejak 5 Oktober 2021 atau lima hari setalah resmi disingkirkan dari KPK lewat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Novel ingin menggunakan kanal YouTube-nya sebagai media berbagi pengetahuan tentang masalah korupsi.
“Ide awalnya sederhana, isu antikorupsi mesti terus disuarakan. Banyak masalah ketidakadilan, penegakan hukum yang bermasalah dan lainnya,” kata Novel, 17 Oktober 2021.
Beberapa video di antaranya membahas tentang kasus penyingkiran 57 pegawai dan kasus korupsi bantuan sosial Covid-19. Salah satu video yang paling banyak ditonton saat membahas tentang isu Taliban di KPK bersama istrinya, Rina Emilda.
Di video itu Novel Baswedan menyelipkan guyonan. Istrinya bertanya soal kebenaran isu Taliban di KPK. Novel yang memakai baju polo hitam menjentikkan jari, lalu pakaiannya seketika berubah memakai baju putih panjang. “Gimana, udah Taliban belum gini?” kata Novel di videonya. Kanal YouTube Novel kini memiliki 14.800 subscribers.
Eks pegawai kedua memilih menjadi Youtuber ialah Yudi Purnomo Harahap. Lewat kanal YouTube-nya, Yudi banyak berbagi kisah tentang pengalaman selama menjadi penyidik KPK. Mulai dari saat pertama direkrut pada 2007, hingga disingkirkan pada 2021.
Yudi juga memberikan materi tentang isu yang berhubungan dengan korupsi, seperti penyelidikan KPK, konflik kepentingan, kolusi, dan nepotisme. Kanal YouTube Yudi memiliki 1.360 subsribers.
Sementara mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memilih menggunakan nuansa intelijen untuk kanal YouTube yang dibuat sejak 31 Agustus 2020. Di kanal itu Saut membahas isu mulai dari intelijen hingga masalah korupsi. Video terbarunya, dia dan pengamat antikorupsi Feri Amsari membahas mengenai polemik pejabat yang memiliki usaha tes PCR.
Baca juga: KPK: Kurang Koordinasi Antarlembaga Membuat Pemberantasan Korupsi Kurang Efektif