TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi politik dan kemanan pascamundurnya Soeharto belum menemui titik stabilnya. Saat itu, ruas jalan di ibu kota dipenuhi oleh ribuan mahasiswa dan masyarakat yang menolak adanya agenda dan pelaksanaan Sidang Istimewa (SI) MPR.
Pelaksanaan SI MPR tersebut digelar pada Jumat, 13 November 1998 dan bertujuan untuk menunjuk BJ Habibie sebagai presiden menggantikan Soeharto.
Aksi yang dilakukan untuk menolak adanya SI MPR berlangsung sejak 11 November hingga 13 November 1998. Banyak mahasiswa dan masyarakat yang melakukan protes karena penunjukan Habibie sebagai presiden akan menciderai semangat reformasi dan Habibie dianggap sebagai bagian dari kekuasaan Orde Baru.
Pada 11 November 1998, mahasiswa dan masyarakat bergerak memenuhi ruas jalan di sekitar Salemba dan terlibat bentrokan dengan Pam Swakarsa. Selanjutnya, pada 12 November, mahasiswa dan masyarakat sipil akan memfokuskan titik aksi di Gedung DPR/MPR Senayan.
Namun, tidak ada massa aksi yang bisa mencapai Gedung Parlemen karena dikawal ketat oleh aparat. Walaupun, saat itu mahasiswa dan masyarakat bergerak dari banyak arah, seperti Semanggi, Slipi, dan Kuningan.
Tragedi Semanggi I, Pada 13 November, terjadi suatu bentrokan yang diawali oleh upaya aparat keamanan untuk membubarkan massa aksi yang berada di Semanggi. Saat itu, kendaraan-kendaraan lapis baja dikerahkan dan aparat menembakan peluru tajam ke udara. Ironi, peluru tajam yang dilepaskan oleh aparat mengenai mahasiswa Institut Teknologi Indonesia Teddy Wardhani dan membuatnya tewas di tempat.
EIBEN HEIZIER
Baca: Aksi Kamisan, Aksi Tuntut Pemerintah Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.