TEMPO.CO, Jakarta - Jumhur Hidayat, aktivis Kesatuan Aksi Masyarakat Indonesia (KAMI) terjerat kasus pidana setelah mengunggah cuitannya di Twitter pada 7 Oktober 2020 lalu terkait kritiknya terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Dalam cuitan tersebut Jumhur menyebutkan bahwa RUU Cipta Kerja diterbitkan untuk primitive investor dan pengusaha rakus.
Dalam hal ini Jumhur divonis oleh majelis hakim dengan tindak pidana berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis 10 bulan penjara, atas perkara penyebaran berita bohong. Vonis itu dikurangi masa tahanan yang telah dijalaninya sehingga ia tidak ditahan. "Menyatakan terdakwa tidak ditahan," ujar hakim Hapsoro Widodo saat membacakan putusan pada Kamis, 11 November 2021.
Tidak hanya Jumhur Hidayat, berbagai aktivis dan jurnalis yang kerap menyuarakan pendapatnya di publik juga acap kali menjadi korban UU ITE. Sebut saja Baiq Nuril Makmun, guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Baiq diadukan karena merekam pembicaraan dengan kepala sekolahnya.
Pembicaraan yang terjadi melalui telepon itu berisi ucapan kepala sekolah yang dainggap tidak senonoh. Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung menghukum Baiq selama 6 bulan kurungan penjara, serta denda Rp 500 juta. Namun, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikannya amnesti.
Selain itu, jurnalis Watchdoc, Dandhy Dwi Laksono juga menjadi korban dari UU ITE. Sebelum ditangkap, Dandhy disangka oleh kepolisian adalah yang diunggah pada 23 September 2019. Cuitan tersebut berisi mengenai kondisi soal Wamena dan Jayapura di Papua.
Adapun, pasal yang dikenai kepada Dandhy adalah pasal ujaran kebencian terhadap individu atau suatu kelompok. Hal ini berdasarkan SARA sesuai pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45 A ayat 2 UU ITE. Menurut kuasa hukumnya, Alghiffari Aqsa ada sekitar 14 pertanyaan dengan 45 turunan pertanyaan yang diajukan polisi kepada Dandhy.
Yang terakhir yaitu peneliti kebijakan publik, Ravio Patra Asri. Ravio awalnya dikenakan Pasal 28 ayat 1 UU ITE tentang berita bohong yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Namun tuntutan tersebut berubah menjadi Pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang ujaran kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat berdasarkan SARA.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Jumhur Hidayat Dikenai Pasal 15 KUHP, Soal Apa? Begini Bunyi Pasalnya