TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Koalisi Aksi Masyarakat Indonesia atau KAMI, Jumhur Hidayat telah divonis oleh majelis hakim dengan tindak pidana berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal 14 dan 15 UU tersebut mengatur tentang pelaku penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran.
Jumhur Hidayat terjerat kasus pidana setelah mengunggah cuitannya di Twitter pada 7 Oktober 2020 lalu terkait kritiknya terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Dalam cuitan tersebut Jumhur menyebutkan bahwa RUU Cipta Kerja diterbitkan untuk primitive investor dan pengusaha rakus.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis 10 bulan penjara untuk aktivis dari Koalisi Aksi Masyarakat Indonesia atau KAMI, Jumhur Hidayat, atas perkara penyebaran berita bohong. Vonis itu dikurangi masa tahanan yang telah dijalaninya sehingga ia tidak ditahan. "Menyatakan terdakwa tidak ditahan," ujar hakim Hapsoro Widodo saat membacakan putusan pada Kamis, 11 November 2021.
Hakim menilai Jumhur tidak terbukti melakukan pidana seperti dalam dakwaan primer dan subsider yang dibuat jaksa penuntut umum. Hanya saja, hakim menyatakan Jumhur membuat siaran tidak lengkap yang patut diduga akan menerbitkan keonaran.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, adapun undang-undang yang menjerat Jumhur yaitu, pasal 15 KUHP.
Dikutip dari new.widyamataram.ac.id, Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana juga mengatur mengenai berita bohong. Keberadaan KUHP dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur tentang berita bohong ini adalah sebagai ketentuan umum (lex generali) yang dapat melengkapi ketentuan yang ada dalam UU ITE, karena ketentuan yang ada dalam ITE adalah terbatas kepada informasi elektronik atau online.
Berikut ini adalah bunyi dua pasal yang diusulkan tersebut.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarluaskan informasi elektronik yang berisi pemberitahuan yang tidak pasti atau yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia patut menyangka bahwa hal itu dapat menimbulkan keonaran di masyarakat, yang dilakukan melalui sarana Informasi Elektronik, Informasi Elektronik, dan/atau Dokumen Elektronik di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah).
GERIN RIO PRANATA
Baca: Divonis Bersalah tapi Tidak Ditahan, Jumhur Hidayat: Saya Mau Bebas Murni