TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memberi klarifikasi terkait dugaan keterlibatan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dalam bisnis tes polymerase chain reaction (tes PCR).
Nama Luhut ada dalam lingkaran pejabat yang berbisnis PCR. Majalah Tempo edisi 1 November 2021 menulis, dua perusahaan yang terafiliasi dengan Luhut, PT Toba Sejahtra dan PT Tiba Bumi Energi, tercatat mengempit saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
GSI merupakan perusahaan yang mengelola laboratorium GSI Lab untuk tes PCR dan memiliki lima cabang di Jakarta. PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi mengantongi 242 lembar saham senilai Rp 242 juta di GSI. Selain Luhut, petinggi PT Adaro Energy dan PT Indika Energy Tbk disebut-sebut terlibat dalam bisnis tes PCR.
Deputi Koordinasi Bidang Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto menjelaskan, tujuan pembentukan GSI bukan untuk mencari keuntungan bagi para pemegang saham. Sesuai namanya, kata dia, GSI merupakan kewirausahaan sosial. GSI hadir lantaran pada masa-masa awal pandemi 2020, Indonesia masih terkendala dalam penyediaan tes Covid-19.
"Di dalam perjanjian pemegang saham GSI, ada ketentuan bahwa 51 persen dari keuntungan harus digunakan kembali untuk tujuan sosial. Oleh karena itu, sampai detik ini tidak ada pembagian keuntungan seperti dividen kepada pemegang saham. Hasil laba yang lain digunakan untuk melakukan reinvestasi terhadap peralatan atau kelengkapan lab yang lain (salah satunya adalah untuk melakukan genome sequencing)," ujar Seto lewat keterangan tertulis, Senin, 8 November 2021.
Seto menyebut, kehadiran Luhut di GSI lantaran ajakan koleganya yang memiliki saham. "Salah satu teman Pak Luhut mengajak berpartisipasi dalam pendirian lab test Covid-19 yang memiliki kapasitas tinggi (5000 tes/hari) dan bisa melakukan genome sequencing. Usul saya ke Pak Luhut, kita ikut berpartisipasi untuk pendirian lab ini. Maka tanpa pikir panjang, Pak Luhut menyampaikan ke saya, kita bantu lah mereka ini," ujarnya.
Namun dalam perjalanannya, Seto mengklaim bahwa Luhut tak memiliki kontrol atas PT Toba Sejahtera dan PT Toba Bumi Energi karena kepemilikan sahamnya di dua perusahaan tersebut berada di bawah 10 persen.
Seto mengaku jika dirinya kurang hati-hati dalam mengingatkan Luhut terkait dengan potensi konflik kepentingan dengan kepemilikan saham di PT GSI.
"Tapi memang kondisi pada saat GSI didirikan saat itu membutuhkan keputusan yang cepat terkait peningkatan kapasitas tes PCR ini. Di samping Itu, Pak Luhut ditunjuk koordinator PPKM Jawa Bali pada Juli 2021, jauh setelah pendirian GSI," ujarnya.
Ihwal kebijakan pemerintah yang sempat mewajibkan tes PCR sebagai syarat penerbangan, Seto menjelaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan usulannya bersama tim karena indikator mobilitas menunjukkan ada peningkatan risiko penularan Covid-19 sekitar satu sampai dua minggu sebelumnya.
Contohnya di Bali, data mobilitas minggu ketiga Oktober 2021 menunjukkan level yang sama dengan liburan natal dan tahun baru 2020. "Lalu, hasil pengecekan tim, terjadi penurunan disiplin protokol kesehatan yang luar biasa. Pedulilindungi hanya sebagai pajangan, terutama di tempat-tempat wisata dan bar," ujar Seto.
Berdasarkan penjelasan tersebut, Seto mengklaim tidak ada satu pun keputusan yang diambil oleh Luhut karena mengedepankan kepentingan GSI, termasuk usulan mengenai PCR untuk penumpang pesawat.
"Selain itu, terkait harga PCR, hal tersebut bukan wewenang Pak Luhut dalam memutuskan. Evaluasi dilakukan secara berkala oleh Kemenkes dan BPKP," ujarnya.
DEWI NURITA
Baca: Ketua KPK Sebut Tak Akan Pandang Bulu Soal Laporan Tes PCR