TEMPO.CO, Malang - Banjir bandang di Kota Batu pada Kamis, 4 November 2021 diduga disebabkan alih fungsi hutan lindung di lereng Gunung Arjuno. Protection of Forest & Fauna (ProFauna) menyusuri kawasan hutan lindung di lereng Gunung Arjuno pasca banjir bandang yang menyebabkan enam nyawa melayang dan tiga hilang. “Sekitar 90 persen tutupan hutan lindung di lereng Gunung Arjuno telah habis,” kata Ketua ProFauna, Rosek Nursahid dihubungi Tempo, Jumat 5 November 2021.
Hutan lindung, katanya, berubah fungsi menjadi lahan pertanian dengan komoditas aneka sayuran seperti kol, wortel dan kentang. Alih fungsi diduga terjadi selama bertahun-tahun, lokasinya curam dan kemiringan tajam. Sehingga tidak layak digunakan untuk lahan pertanian. “Saat curah hujan tinggi, tanah tergerus menutupi jalan air di Pusung Lading, Sumbergondo, Bumiaji,” ujar Rosek.
Selain itu, aneka pohon ukuran raksasa yang tumbang akibat kebakaran hutan dua tahun lalu turut menutup aliran sungai. Rosek melihat ada pembukaan lahan secara besar-besaran. Terjadi alih fungsi hutan lindung menjadi kebun sayuran.
ProFauna mulai menjajaki petani sejak setahun terakhir untuk beralih komoditas buah buahan yang lebih aman dan bisa menahan laju longsor. Para petani di tiga lokasi antara lain Blok Bido Jali, Bumiaji dan Blok Pring Jowo telah beralih menanam aneka jenis buah seperti alpukat, durian, nangka, dan manggis. “ProFauna memberi bantuan ribuan bibit tanaman buah,” ujarnya.
Rosek berharap bencana banjir bandang bisa membuka mata hati penduduk, dan Pemerintah Kota Batu untuk menghentikan alih fungsi hutan lindung menjadi lahan pertanian dan wisata. ProFauna menolak rencana investor menanam porang di kawasan tersebut.
Selain itu, Pemerintah Kota Batu dan Perum Perhutani diajak terlibat memulihkan hutan lindung tersebut. Dibutuhkan waktu selama 4-5 tahun untuk memulihkan hutan lindung. Hutan lindung tersebut menjadi rumah bagi macan tutul, lutung jawa kijang, dan aneka jenis burung.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur menyebut kerusakan hutan di Kota Batu terjadi selama 20 tahun terakhir. Manajer Kampanye Walhi Jawa Timur Wahyu Eka Setiawan membeberkan foto citra satelit yang menunjukkan 348 hektar hutan primer di Kota Batu hilang selama 20 tahun. Data dihimpun dari eksistensi lahan hijau pada 2012 seluas 6.034,62 hektar, lalu pada 2019 tersisa 5.279,15 hektar.