TEMPO.CO, Jakarta - Rumah di Jalan Kramat Raya 106 adalah salah satu tempat bersejarah bagi perjalanan Bangsa Indonesia. Karena dari tempat inilah Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang menyatukan elemen penting bangsa diikrarkan.
Sumpah Pemuda adalah salah satu tapak atau milestone perjalanan Bangsa Indonesia menuju Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 dan lalu berlanjut hingga kini dan seterusnya menuju 1 Abad Kemerdekaan RI.
Tidak ada dokumen yang menjelaskan secara terang siapakah pemilik rumah tersebut.
Majalah Tempo Edisi 27 Oktober 2008 menulis,pemilik rumah di Jalan Kramat Jaya 106 Jakarta diketahui bernama Sie Kok Liong. Namun, sejauh ini hanya potongan informasi itu saja yang diketahui, tanpa foto, sketsa wajah bahkan ahli warisnya.
Pada Majalah Tempo Edisi 27 Oktober 2008, Sie Kok Liong adalah “bapak kos” dari para pemuda dalam kelompok pergerakan seperti Muhammad Yamin, Aboe Hanifah, Amir Sjarifudin, A.K Gani, Muhammad Tamzil, atau Assaat dt Moeda.
Rumah di Jalan Kramat Raya 106 itu menjadi ‘rumah’ bagi para pelajar Jong Java yang belajar di Stovia atau Sekolah Pendidikan Dokter Hindia. Tarif yang dipatok untuk satu bulan senilai 12,5 gulden atau 40 liter beras pada saat itu.
Gedung milik Sie Kok Liong sebesar 460 meter persegi ini disewa aktivis Jong Java pada 1925 dan pada 1926 makin beragam daerah asalnya namun sama-sama aktivis.
Dulunya Jong Java pernah menyewa di daerah Kwitang, sayangnya tempatnya terlalu sempit untuk dijadikan tempat diskusi politik dan latihan kesenian Jawa. Rumah ini disebut oleh para penghuninya dan aktivis lain yang datang sebagai Langen Siswo.
Rumah ini tak pernah sepi dari diskusi pasalnya juga menjadi markas Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) yang berdiri setelah Kongres Pemuda yang pertama. Bahkan Bung Karno sempat diundang ke Rumah Kramat ini untuk berdiskusi.
Di gedung ini pula majalah Indonesia Raya yang dikelola oleh PPPI muncul, bahkan memasang plang nama. Semakin banyaknya pemuda Indonesia yang menggunakan gedung ini untuk kegiatan yang bersifat nasionalis, julukan gedung ini menjadi Indonesia Clubhuis.
Perjuangan memang tak selalu mulus, diskusi yang diadakan oleh para pemuda kerap kali diawasi secara ketat oleh Belanda dan juga saat hendak mengadakan pertemuan izin dari polisi harus dikantongi. Parahnya Politieke Inlichtingen Dienst (PID) mengawasi penuh rapat para pemuda.
Pada puncaknya, rumah ini menjadi penutupan rapat pada Kongres Pemuda Kedua pada malam Senin, 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda hampir tak dapat diikrarkan pasalnya PID menyela di tengah rapat dan mengancam untuk membubarkannya karena terlalu banyak kata “kemerdekaan”. Hingga kini rumah di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta ini menjadi Museum Sumpah Pemuda.
TATA FERLIANA
Baca juga: Sambut Hari Sumpah Pemuda 2021, Museum Sumpah Pemuda Mulai Dibuka Kembali