TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama atau Menag Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan bahwa Kementerian Agama atau Kemenag merupakan hadiah negara untuk Nadhlatul Ulama atau NU, bukan untuk umat Islam secara umum, karena peran juru damai dari NU dalam pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta.
Lahirnya Kementerian Agama, kata Yaqut, berkat keterlibatan NU mencoret tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Yaqut menyampaikan hal itu saat membuka Webinar Internasional Santri Membangun Negeri yang digelar Rabithah Ma'ahid Islamiyah dan PBNU dalam rangka memperingati Hari Santri, yang disiarkan secara langsung di Kanal YouTube TVNU Televisi Nadhlatul Ulama pada 20 Oktober 2021digelar oleh NU, pada 20 Oktober 2021.
“Kementerian Agama itu muncul karena pencoretan tujuh kata dalam piagam Jakarta. Yang mengusulkan itu menjadi juru damai dari Nadhlatul Ulama kemudian lahir kementerian agama,” kata Yaqut.
Belakangan, Yaqut sedikit meralat ucapannya. Menurut mantan GP Anshor itu, ucapannya dalam rangka untuk memberi motivasi kepada para santri. Seperti obrolan suami-istri yang mengklaim dunia milik berdua.
Tapi benarkah pembentukan Kementerian Agama merupakan kompensasi atas pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta?
Baca juga:
Melansir dari laman kemenag.go.id pembentukan Kementerian Agama pada sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP yang diselenggarakan pada 25-27 November 1945 dipandang sebagai kompensasi atas sikap toleransi wakil-wakil pemimpin Islam, mencoret tujuh kata dalam Piagam Jakarta yaitu “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Mohammad Hatta melobi tiga orang anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mewakili golongan Islam yang ada ketika itu, yaitu Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, keduanya dari Muhammadiyah dan Teuku M. Hasan.
Maksud dan tujuan pembentukan Kementerian Agama ini, selain untuk memenuhi tuntutan sebagian besar rakyat beragama di tanah air, yang merasa urusan keagamaan di zaman penjajahan dahulu tidak mendapat layanan yang layak, juga agar soal-soal yang berkaitan dengan urusan keagamaan diurus serta diselenggarakan oleh suatu instansi atau kementerian khusus, sehingga pertanggungan jawab, beleid, dan taktis berada di tangan seorang menteri.
Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, R. Moh. Kafrawi mengungkapkan pembentukan Kementerian Agama, dihasilkan dari adanya kompromi antara teori sekuler dan Kristen tentang pemisahan gereja dengan negara, dan teori muslim tentang penyatuan antara keduanya.
“Jadi Kementerian Agama itu timbul dari formula Indonesia asli yang mengandung kompromi antara dua konsep yang berhadapan muka: sistem Islami dan sistem sekuler,” kata Kafrawi.
Pembentukan Kementerian Agama ditetapkan dalam Kabinet Sjahrir II dengan Penetapan Pemerintah No 1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 dan diumumkan lewat siaran Radio Republik Indonesia.
Haji Mohammad Rasjidi merupakan Menteri Agama RI Pertama, yang merupakan seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern yang juga seorang tokoh Muhammadiyah. Rasjidi ditunjuk Presiden Soekarno untuk mengurus permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam.
Setelah dibentuk, Kementerian Agama mengambil alih tugas-tugas keagamaan yang semula berada pada beberapa kementerian, yaitu masalah perkawinan, peradilan agama, kemasjidan dan urusan haji dari Kementerian Dalam Negeri, tugas dan wewenang Mahkamah Islam Tinggi dari Kementerian Kehakiman dan masalah pengajaran agama di sekolah-sekolah dari Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan.
Menteri Agama H.M. Rasjidi dalam pidato yang disiarkan oleh RRI Yogyakarta, sehari setelah pembentukan Kementerian Agama, menegaskan bahwa berdirinya Kementerian Agama adalah untuk memelihara dan menjamin kepentingan agama serta pemeluk-pemeluknya.
Pada perkembangannya, dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, saat ini Kementerian Agama atau Kemenag saat ini terdiri atas 11 unit eselon I yaitu : Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Badan Penelitian dan Pengembangan, dan Pendidikan dan Pelatihan, dan 7 Direktorat Jenderal yang membidangi Pendidikan Islam, Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Bimbingan Masyarakat Islam, Bimbingan Masyarakat Kristen, Bimbingan Masyarakat Katolik, Bimbingan Masyarakat Hindu, Bimbingan Masyarakat Buddha, dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Yaqut: Kementerian Agama Hadiah Negara untuk NU, Bukan untuk Umat Islam