TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyaksikan pengucapan sumpah jabatan Ivan Yustiavandana sebagai Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) periode 2021-2026, pada Senin, 25 Oktober 2021.
Sebelum diangkat menjadi Kepala PPATK, Ivan menjabat Deputi Bidang Pemberantasan sejak Agustus 2020. Ia bukanlah sosok asing di lembaga tersebut, karena sudah bergabung dan berkontribusi sejak 2006.
Perjalanan karier Ivan di PPATK sempat melalui jalan berliku. Pada 2017, Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada itu pernah mengikuti seleksi Deputi Pemberantasan PPATK, namun terganjal di rapat Tim Penilai Akhir.
Dari laporan Majalah Tempo edisi 8 Mei 2017, ada dua kursi jabatan eselon I di PPATK yang kosong setelah pejabat sebelumnya memasuki masa pensiun. Pertama, Deputi Pemberantasan dan Deputi Pencegahan.
Dalam penjaringan di panitia seleksi yang dipimpin Wakil Kepala PPATK saat itu, Dian Ediana Rae, langkah Ivan masih mulus. Bahkan dia mendapat skor tertinggi dengan nilai rata-rata 62. Di peringkat kedua ada Nelson Ambarita, perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan, yang mendapat skor rata-rata 54. Adapun posisi buncit ditempati utusan Mabes Polri, Brigadir Jenderal Bambang Ghiri Arianto, dengan nilai rata-rata 49.
Pansel kemudian mengirim ketiga nama calon Deputi Pemberantasan itu ke Tim Penilai Akhir (TPA), yang diketuai Presiden Jokowi, pada 29 Maret 2017. Keesokan harinya, Jokowi menggelar rapat bersama anggota tetap TPA untuk memilih 2 deputi PPATK dan pejabat eselon I di lembaga lain.
Anggota tetap TPA adalah Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Dalam Negeri saat itu Tjahjo Kumolo, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi saat itu Asman Abnur, serta Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan.
Menurut anggota tim pansel Deputi PPATK, Yunus Husein, seorang anggota TPA mempersoalkan Ivan. “Dia diragukan integritas dan kualitasnya. Ada juga info yang menyesatkan,” ujar Yunus. Namun Yunus mengaku tak tahu detail apa yang dipersoalkan anggota TPA itu.
Menurut seorang pejabat pemerintah yang mengetahui rapat itu, anggota TPA tersebut mengantongi info akurat bahwa Ivan memiliki banyak catatan transaksi keuangan yang mencurigakan. Ia juga mempermasalahkan hasil tes kesehatan Ivan yang menemukan kandungan zat sejenis morfin dalam sampel darahnya.
Adapun Ivan membenarkan dalam sampel darahnya ada kandungan obat penenang dan zat lain sejenis morfin. Semua itu, kata dia, berasal dari obat batuk racikan yang mengandung codein dan diazepam. Ketika menjalani tes kesehatan, Ivan sedang batuk berat. Pagi harinya, dia meminum obat racikan dari dokter Rumah Sakit Mayapada, Jakarta Selatan. Ivan juga menyertakan surat keterangan dokter beserta salinan resepnya.
Ihwal transaksi keuangan yang dibawa-bawa ke rapat TPA, Ivan mengaku tidak tahu. Sebab, ketika tes wawancara, dia tak pernah ditanya soal itu. “Seharusnya saya didiskualifikasi jika terindikasi menerima suap atau menyalahgunakan jabatan,” kata Ivan.
Kepala PPATK saat itu, Kiagus Ahmad Badaruddin, sempat membela Ivan di depan Tim Penilai Akhir. Namun, pembelaan dia malah memperpanjang perdebatan. Mensesneg Pratikno akhirnya menengahi. Dia menyinggung sejarah berdirinya PPATK. Lembaga yang berkantor pusat di Jalan Juanda, Jakarta, itu dibangun oleh tiga pilar: Polri, Bank Indonesia, dan Kementerian Keuangan. Dalam rapat muncul usul agar jabatan Deputi Pemberantasan PPATK diberikan kepada kepolisian. Alasannya, Ketua PPATK sudah dijabat utusan Kemenkeu dan wakilnya dari Bank Indonesia.
Istana akhirnya resmi menolak semua kandidat Deputi Pemberantasan PPATK lewat surat Sekretaris Kabinet tanggal 5 April 2017. Dalam surat itu, Presiden Jokowi memutuskan Muhammad Sigit sebagai Deputi Pencegahan. Istana juga meminta Kepala PPATK mengusulkan kembali nama-nama calon melalui seleksi ulang.
Ada pula pesan tambahan. “Calon Pimpinan Tinggi Madya Deputi Pemberantasan berasal dari penegak hukum diutamakan dari anggota Kepolisian Republik Indonesia,” demikian poin kedua surat tersebut.
Dalam seleksi ulang, kata pimpinan panitia seleksi Dian Ediana Rae, kandidat Deputi Pemberantasan akan dijaring dari kalangan penegak hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Saat itu, kepolisian aktif mengusulkan nama kendati undangan untuk seleksi ulang belum dikirim panitia. Nama yang diusulkan adalah Brigjen E. Widyo Sunaryo, Brigjen Maman Karnama, dan Brigjen Achmat Juri. Pejabat Polri yang akhirnya terpilih sebagai Deputi Pemberantasan saat itu ialah Inspektur Jenderal Polisi Firman Shantyabudi, putra dari Wakil Presiden era Soeharto Try Soetrisno.
Dalam pelantikan Deputi Pencegahan PPATK Muhammad Sigit, Badaruddin menyampaikan pidato yang terdengar berusaha membesarkan hati Ivan. “Walaupun tidak terpilih, Saudara menjadi yang terhormat di mata kami dan teman-teman,” kata Ki Agus Badaruddin.
FRISKI RIANA | MAJALAH TEMPO
Baca: Ditunjuk Jadi Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana Ucap Sumpah Jabatan
Catatan:
Artikel ini mengalami revisi pada Senin, 25 Oktober 2021 pukul 20:23 WIB di bagian judul.