TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perempuan menyatakan akan memantau penanganan kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan Kapolsek Parigi Moutong berinisial IDGN. Komnas Perempuan akan memastikan penanganan kasus ini memenuhi hak keadilan dan pemulihan bagi korban.
"Juga menjadikan pembelajaran kasus ini dalam mendorong pembahasan dan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi lewat pesan teks, Selasa, 19 Oktober 2021.
Komnas Perempuan, kata Siti Aminah, meminta kepolisian menangani kasus ini secara pidana. Dia berharap polisi dapat memperluas pengertian ancaman kekerasan dalam Pasal 285 KUHP termasuk didalamnya kekerasan psikis dengan penyalahgunaan kewenangan.
"Hal ini tidak dapat dilepaskan dari pengertian pemerkosaan dalam Pasal 285 KUHP yang diartikan sebagai kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik," kata dia.
Menurut Aminah, perluasan penafsiran tentang kekerasan itu sesuai dengan pedoman Kejaksaan Nomor 1 tahun 2021 Pasal 11. Aturan itu mendefinisikan bahwa kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, psikis atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang.
"Memberikan makna terhadap pengertian kekerasan ini menjadi penting, agar kasus-kasus perkosaan yang menggunakan penyalahgunaan kekuasaan, memanipulasi, memberikan iming-iming atau memanfaatkan kerentanan korban dapat dipidana," kata dia.
Siti Aminah mengatakan kasus dugaan pemerkosaan oleh Kapolsek Parigi itu dapat dikategorikan sebagai penyiksaan seksual. Perbuatan itu melanggar konvensi tentang penyiksaan yang sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 5 tahun 1998.
"Disebut dengan penyiksaan seksual karena pelaku adalah bertindak sebagai otoritas negara terhadap keluarga tahanan dengan melakukan kekerasan seksual," kata dia ihwal kasus dugaan pemerkosaan oleh Kapolsek Parigi.
Baca juga: Perempuan Korban Dugaan Asusila Kapolsek Mengalami Guncangan Psikis