TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Presidium Aliansi Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menduga rencana pemberian gelar doktor honoris causa dilakukan karena ada kepentingan pragmatis dan dijadikan instrumen transaksional dengan penguasa. Aliansi ini menentang pemberian gelar doktor honoris causa kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir.
“Ngototnya UNJ ingin mengubah aturan demi memberikan gelar doktor memperkuat analisis bahwa ada udang di balik batu,” kata Ubedilah saat diskusi bersama Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik secara virtual pada Selasa, 19 Oktober 2021.
Ubedillah mengatakan pemaksaan dengan mengubah aturan justru akan berdampak negatif pada kampus. “Ini yang akhirnya merusak otonomi dan marwah universitas,” ujarnya.
Aliansi Dosen UNJ menilai pemberian gelar doktor tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 pasal 27 (2) dan pedoman pemberian Gelar Doktor Kehormatan Permenristekdikti No. 65 tahun 2016 tentang pemberian Gelar Kehormatan.
Ubedillah menambahkan bahwa UNJ telah mengesahkan secara hukum peraturan mengenai penganugerahan gelar doktor honoris causa pada 10 Maret 2021. “UNJ tidak memberikan gelar doktor kepada mereka yang sedang berada di pemerintahan. Hal Ini karena relasi kuasa antara UNJ dan penguasa seringkali bermasalah,” imbuhnya.
Selain itu, Ubedillah bersama Aliansi Dosen UNJ mengatakan bahwa pemberian gelar doktor honoris causa tidak sesuai Permenristekdikti. Hal ini lantaran Ma’ruf Amin diusulkan oleh Fakultas yang tidak memiliki program S3 (Doktor) dengan akreditas A dan karya yang dibuat dinilai belum termasuk karya luar biasa. Sementara, Erick Thohir diusulkan oleh Fakultas Olahraga. “Ini tidak ada hubungannya dengan Erick Thohir yang seorang pebisnis,” ujar Ubedillah.
Adapun pihak UNJ membantah telah mengubah aturan tentang pemberian gelar hanya untuk mengakomodasi pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir. UNJ menyatakan mengubah aturan itu untuk harmonisasi regulasi.
"Harmonisasi ini dilakukan bukan untuk memaksakan pemberian gelar doktor kehormatan kepada seseorang," dikutip dari keterangan tertulis, dari Humas dan Informasi Publik UNJ, Selasa, 19 Oktober 2021.
UNJ menyatakan pihaknya berupaya meningkatkan tata kelola lembaga yang baik. Sehingga perlu mengharmonisasi regulasi di internal lembaga. Salah satu aturan yang ditinjau adalah draf pedoman pengusulan, penganugerahan doktor kehormatan.
Perguruan Tinggi Negeri ini menyatakan peninjauan terhadap draf itu perlu dilakukan karena terdapat ketentuan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 27 dan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2016, Statuta UNJ, dan Peraturan Rektor tentang pemberian gelar doktor kehormatan.
"Rapat Senat UNJ pada 14 Oktober 2021 memutuskan perlunya harmonisasi regulasi mengenai ketentuan dalam draf pedoman yang tidak berkesesuaian dengan ketentuan," dikutip dari keterangan pers yang sama.
SRI RAHMAWATI
Baca: Polemik Gelar HC Ma'ruf Amin dan Erick Thohir, Apa itu Doktor Honoris Causa?
Catatan koreksi:
Berita ini telah mengalami perubahan judul pada Selasa 19 Oktober 2021 pukul 22.47