INFO NASIONAL – Keterlibatan Indonesia dalam rencana aksi global berupa tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) memerlukan kerja keras agar dapat melaksanakan 17 tujuan yang ditargetkan tercapai pada 2030.
Menyadari tantangan besar yang dihadapi Indonesia dengan beragam permasalahan nan kompleks, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersama sejumlah organisasi lainnya menjalin kerja sama dengan Pemerintah Indonesia melaksanakan sejumlah program demi tercapainya target pembangunan inklusif.
Berbagai program yang sebenarnya telah dijalankan bertahun-tahun, terasa kian penting di era pandemi Covid-19 sejak dua tahun terakhir. Dampak pandemi yang sangat masif menimbulkan ketimpangan kian lebar dan memperbesar munculnya kelompok marjinal. Karena itu, PBB perlu menjabarkan program strategis yang telah dan sedang digulirkan.
“Kami ingin menjamin pekerjaan PBB menjangkau semua orang dan setiap orang di Indonesia mendapatkan manfaat dari pembangunan tersebut. Salah satunya dengan membantu pemulihan pasca Covid-19 dan memastikan tidak seorang pun tertinggal,” ujar Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Valerie Julliand saat membuka media briefing secara virtual dengan topik ‘Upaya Pemulihan Covid-19 melalui Respons Sosial Ekonomi’, Jumat, 15 Oktober 2021.
Untuk menjalankan program pembangunan inklusif itu, PBB telah mengucurkan dana 1,7 juta dolar AS atau sekitar Rp 24 miliar. Adapun kolaborasibersama PBB ini melibatkan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Program Gabungan PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS), Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR), dan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP).
Spesialis Ketenagakerjaan ILO Indonesia, Kazutoshi Chatani menjelaskan PBB mengimplementasikan proyek ‘Employment and Livelihood’ yang berfokus pada pemberdayaan perempuan dan kelompok rentan (orang dengan HIV/ODHA, disabilitas, anak muda, masyarakat desa, dan pengungsi) yang terdampak pandemi.
“Kami melakukan pelatihan kewirausahaan untuk 2.000 orang dan bantuan pengembangan bisnis secara mendalam untuk 200 orang. Ada juga keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan lebih tinggi untuk 1.800 orang. Misalnya di Lombok, para perempuan petenun belajar langsung dari perancang busana,” tutur Kazutoshi.
Sementara Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) telah mendapat perhatian khusus dari komunitas global. Laporan terakhir,sebanyak 543 ribu ODHA di Indonesia mengalami diskriminasi selama pandemi. “Mereka kehilangan pekerjaan dan terusir dari tempat tinggalnya,” ujar Penasihat Hak Asasi Manusia dan Gender PBB untuk Indonesia, Yasmin Purba.
MenurutYasmin, diskriminasi tersebut juga merugikan negara. Riset dari William Institute UCLA menyebutkan bahwa pengucilan terhadap kelompok marjinal selama pandemi mengakibatkan kerugian negara sekitar US$ 1 miliar. Karena itu, UNAIDS kini aktif mendorong pembaharuan hukum di Indonesia.
“Dengan mitra, kami melakukan advokasi kebijakan kepada pemerintah, perusahaan, dan serikat pekerja untuk mempromosikan kesetaraan gender, non-diskriminasi, termasuk pada penyandang HIV, dan inklusivitas di tempat kerja,” katanya.
Kelompok terpinggirkan yang juga perlu mendapat perhatian adalah para pengungsi. Jumlahnya di Indonesia menurut data UNHCR per Agustus 2021sebanyak 13.343 orang. UNHCR mengemban tugas untuk menjamin mereka memperoleh hak-hak dasar selama di Indonesia.
Kendati Indonesia tidak ikut meratifikasi pakta perjanjian pengungsi, kerja sama pemerintah dan UNHCR memungkinkan anak pengungsi berkesempatan sekolah dan mendapatkan jatah vaksinasi Covid-19. “Kami mengakui dengan keterbatasan sumber daya, upaya ini belum cukup. Jadi, kami harus memberi prioritas kepada pengungsi paling rentan,” ujar Senior Staf Perlindungan UNHCR, Julia Zajkowski.
Sedangkan Ketua Tim Lab Keuangan Inovatif UNDP untuk Indonesia, Didi Hardiana menitikberatkan pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama pada pemulihan Covid-19. Pasalnya, sektor ini menjadi penggerak ekonomi paling besar selama pandemi. Terdapat lebih dari 64 juta UMKM yang berkontribusi 97 persen terhadap total tenaga kerja dan 60 persen PDB secaranasional.
Ada tiga program yang digelar UNDP. Pertama, Youth Co-Lab Bootcamp berlangsung setiap tahun sejak 2018. “Program ini menjadi wadah kolaborasi dan bertukar ide antara pengusaha muda dengan para ahli pemerintah dan stakeholders,” ujarnya.
Kedua, program She Disrupts Indonesia 2021 menggandeng sejumlah organisasi yang fokus pada pengembangan peran perempuan. She Disrupts ialah wadah untuk menghimpun 24 perusahaan rintisan terpilih untuk mengikuti program akselerasi. Program ketiga, Basic Entrepreneurship Training atau Pelatihan Kewirausahaan Dasar yang menargetkan 100 orang, khususnya perempuan, kaum muda, disabilitas, dan ODHA. “Nanti yang terpilih akan dibekali kemampuan wirausaha, analisis bisnis, dan perencanaan finansial,” tutur Didi.
Penjabaran empat badan PBB dalam media briefing yang diikuti sekitar perwakilan 48 media se-Indonesia diharapkan akan dipublikasikan lebih luas, sehingga semakin banyak masyarakat mengerti PBB merangkul semua kalangan, no one left behind. (*)