INFO NASIONAL- Sejumlah kalangan membahas peraturan perundang-undangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tentang Harga Patokan Ikan (HPI) dan produktivitas kapal penangkapan ikan di Media Center Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kamis, 14 Oktober 2021. Para pelaku usaha perikanan tangkap, nelayan tradisional, akademisi dan asosiasi perikanan memberikan beberapa masukan.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Ikan Muhammad Zaini menuturkan ada dua rancangan peraturan yang tengah disusun yaitu Rancangan PP tentang Penangkapan Ikan Terukur serta Rancangan Peraturan Menteri KP tentang Sistem Kontrak.
Hingga saat ini KKP tetap melakukan pengkajian dan konsultasi publik terkait peraturan perundang-undangan PNBP HPI dan produktivitas kapal penangkapan ikan. “Kami juga gelar pertemuan lapangan di banyak wilayah nelayan seperti di Muara Baru, Belawan, Cilacap, Pelabuhan Ratu, Probolinggo dan lain-lain," ujar Asisten Khusus Menteri KP Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto.
Sebelumnya, pemungutan PNBP hanya di mekanisme praproduksi. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85/2021 menyatakan ada tiga formula penarikan PNBP yaitu penarikan pra-produksi, pasca-produksi dan sistem kontrak. Diharapkan formulasi penarikan PNBP Pasca Produksi akan tetap mengedepankan rasa keadilan sehingga jumlah PNBP yang dibayarkan sesuai hasil tangkapan ikan dari laut.
Variabel HPI dapat mencerminkan kondisi perikanan. Peraturan baru untuk pra produksi ini berupa ekstensifikasi pungutan terhadap ukuran kapal penangkap ikan, tarifnya sama dengan sebelumnya, namun jangkauan dapat lebih luas. Kapal dengan bobot 5-60 GT dikenakan tarif 5 persen, Kapal 60-1.000 GT tarifnya 10 persen sedangkan Kapal diatas 1.000 GT tarifnya 25 persen. “Penarikan PNBP pra produksi berlaku sampai 31 Desember 2022, setelah itu berlaku penarikan pasca produksi,” ujar Plt Sekretaris Ditjen Perikanan Tangkap Trian Yunanda
Dia mengharapkan agar regulasi ini tak lagi membuat kapal-kapal nelayan berbendera Indoensia jago kandang tapi dapat menggarap perikanan di kawasan Samudera Hindia. Karena itu KKP berharap dapat meningkatkan sumber daya manusia yang sangat besar di wilayah bahari ini termasuk infrastruktur pelabuhan dan jumlah perahu mesin nelayan tangkap ikan.
Diskusi terbuka ini merupakan respon dari Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono yang melakukan pemutakhiran HPI sesuai PP 85 Tahun 2021. HPI sebelumnya yang dinilai tidak relevan lagi karena menggunakan basis data 10 tahun lalu. Trenggono memaparkan awal Oktober lalu bahwa tingkat kesejahteraan nelayan masih sama seperti tahun 2011. Dengan pemutakhiran HPI, diharapkan program pemberdayaan jauh lebih akurat untuk memajukan nelayan.
Kontribusi PNBP perikanan tangkap pada pendapatan negara relatif masih kecil. Capaian PNBP SDA Perikanan di 2020 misalnya, berkisar Rp 600 miliar. Padahal, nilai produksi perikanan tangkap sebesar Rp 220 triliun. Dengan demikian, PP 85/2021 menjadi instrumen utama untuk mengoptimalkan nilai pemanfaatan sumber daya perikanan di Indonesia.
Hasil PNBP perikanan ini akan disalurkan kembali untuk pembangunan sektor kelautan dan perikanan termasuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur pelabuhan perikanan, pemberian jaminan sosial kepada nelayan dan ABK, serta memberi dukungan teknologi untuk kapal nelayan. Sekjen Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Dwi Agus Siswa Putra mengharapkan regulasi baru akan meningkatkan pendapatan nelayan (*)