Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji menambahkan paradigma guru-guru soal digitalisasi pendidikan juga harus diubah. Menurutnya, digitalisasi sejauh ini masih dianggap sekadar mengubah alat yang manual menjadi digital, bukan menjadikannya sebagai sarana untuk sampai pada tujuan pembelajaran.
“Contohnya soal mengajar di kelas menjadi di depan layar. Kedua, digitalisasi sekolah dulu laporan dana BOS melalui manual, bisa dikirim pos, sekarang menggunakan online. Hanya berubah itu saja,” kata Ubaid.
Mendibudristek Nadiem Makarim tak menutup mata jika ada banyak tantangan menuju digitalisasi pendidikan. Namun ia menilai digitalisasi merupakan hal yang tak bisa dihindari saat ini.
“Kita harus bisa mengubah tantangan ini menjadi kesempatan, di mana murid dan guru bisa belajar dari sumber manapun. Untuk itu, digitalisasi sekolah menjadi salah satu program terpenting kita, baik penyediaan TIK-nya, maupun pembuatan platform digital gratis untuk guru dan siswa kita,” kata Nadiem, September lalu
Kemendikbudristek, ujar dia, telah bermitra dengan pemerintah daerah, kementerian maupun lembaga lainnya, seperti perusahaan swasta, organisasi masyarakat serta lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kerja sama itu untuk penguatan sarana telekomunikasi dan percepatan digitalisasi sekolah.
Adapun bentuk kemitraan tersebut antara lain berupa penyediaan sarana akses (tablet, PC, laptop) bagi peserta didik, penyediaan sarana telekomunikasi, dan konektivitas digital (internet dan seluler) serta penyediaan aplikasi.
Sementara untuk mendorong kualitas pendidikan dan kapasitas SDM, salah satunya dilakukan melalui program sekolah penggerak (PSP). Nadiem Makarim optimistis program ini akan berjalan jika semua pihak mau bekerja sama mewujudkan cita-cita menuju digitalisasi pendidikan.
Baca juga: Gagap Teknologi dan Infrastruktur Bayangi Digitalisasi Sekolah
DEWI NURITA