TEMPO.CO, Jakarta - Hoegeng Iman Santoso atau Jenderal Hoegeng lahir tepat hari ini, 14 Oktober, 100 tahun silam. Mantan Kapolri pada masa Orde Baru ini dikenal sebagai sosok yang berintegritas. Ia diceritakan tidak suka menjilat hanya untuk keuntungan dan kenyamanan pribadinya.
Ia pernah mengatakan, “Baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik." Hal ini ia ungkapkan sebab ia tahu betul dengan tradisi menjilat di kalangan pejabat Orde Baru. Demi duduk berada lingkup kekuasaan, banyak yang menarik simpati Presiden Soeharto meski harus mempermalukan diri sendiri.
Hoegeng, yang menolak keras tindakan korupsi, tidak segan-segan melempar barang yang diberikan cukong keluar jendela. Selain itu ia juga tidak segan-segan untuk memarahi bawahannya yang membeli rumah dan mobil mewah. “Memangnya gaji polisi cukup untuk bermewah-mewah?”
Hoegeng diangkat menjadi Jenderal Kepolisian pada 15 Mei 1968 menggantikan Jenderal Soetjipto Joedodihardjo saat berusia 46 tahun. Selama menjadi Kapolri, Hoegeng kerap menerima tawaran gratifikasi hingga suap, namun ia kekeh untuk menolak.
Aditya Sutanto Hoegeng, anak kedua Hoegeng bercerita, ketika ibunya, Meriyati, mendapat telepon dari istri Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Roeslan Abdulgani, Sihwati Nawangwulan, bahwa mobil Mercedes Benz miliknya hilang. Namun polisi tak kunjung menemukan mobil tersebut. Keluhan tersebut disampaikan Meriyati kepada suaminya.
Tidak sampai sepekan setelah laporan tersebut dilayangkan, mobil Sihwati ditemukan di Sukabumi, Jawa Barat. Ketika Hoegeng pulang dari kantor, Meriyati memberitahunya bahwa Sihwati memberikan bungkusan berupa kalung emas seberat 5 gram.
Menurut Aditya atau yang akrab disapa Didit, Hoegeng menelpon Sihwati dan mengucapkan terimakasih. “Tapi maaf, kalungnya akan kami kembalikan,” tutur Aditya dilansir Majalah Tempo edisi 14 Agustus 2021.
GERIN RIO PRANATA
Baca juga: Legenda Polisi Hoegeng Iman Santoso Diusulkan Jadi Pahlawan