TEMPO.CO, Jakarta - Pemberhentian 57 pegawai KPK dengan alasan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai sarat alih status menjadi ASN, terus mendapat sorotan publik, meskipun per 30 September mereka keluar dari lembaga antirasuah tempat mereka bertugas belasan tahun.
Tentu saja tak pernah terbayang bagi mereka, semangat ke-57 eks pegawai KPK memberantas korupsi akan berakhir seperti itu.
Novel Baswedan menceritakan, ia mengikuti seleksi karena pengumuman KPK memerlukan penyidik pada 2006. “Saya mengikuti rekrutmen penyidik KPK atas inisiatif pribadi,” katanya. Saat itu ia berpangkat Komisaris Polisi atau Kompol dan sebelumnya pernah mengenyam pendidikan di di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Saat menjadi personel Polri pun, ia pernah menangani 10 kasus korupsi, di antaranya menyangkut korupsi dana sekolah dan pemerintah daerah. Itu sebabnya dia langsung ditugasi untuk menangani perkara di KPK.
Novel mengatakan proses seleksi menjadi penyidik KPK berlangsung cukup panjang. Ada beberapa poin yang diuji, mulai dari kompetensi, psikologi, akademis, pengalaman, integritas, termasuk cinta Tanah Air dan kebangsaan.
Menurut Novel, faktor yang paling menentukan adalah soft competency dan hard competency. Hard competency mencakup pengalaman dan kemampuan, adapun soft competency menyangkut kejujuran, integritas, dan hal-hal lain yang menjadi ukuran kesungguhan dan konsistensi.
Novel kemudian mengajukan pengunduran diri dari Polri pada 2012 dan memilih fokus di KPK. Ketika itu, Novel menangani kasus korupsi simulator SIM yang melibatkan mantan Kakorlantas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
"Kalau Polri menjadi baik yang untung anggota Polri sendiri, institusi Polri sendiri, dan negara secara keseluruhan," ucap Novel Baswedan. "Memang pada saat itu ketika dipojokkan pada situasi harus bersikap dan itu sulit buat saya, saya mengundurkan diri dari Polri," katanya kepada Tempo.co.
Sementara, eks penyidik KPK Herbert Nababan, Bergabung KPK mulai 18 Oktober 2005 melalui program Indonesia Memanggil 1 (IM 1). “Alasan pada saat itu bergabung ke KPK lebih kepada rasa penasaran dengan kata-kata pada pengumuman program Indonesia Memanggil 1 yang kurang lebih menuliskan ajakan untuk ikut melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia melalui Lembaga KPK. Walaupun pada saat itu saya belum mengetahui lembaga seperti apa KPK itu karena memang saat itu belum kedengaran mengenai eksistensi lembaga KPK tersebut, “ katanya.
Kisah mantan Kasatgas Penyidik KPK Andre Dedy Nainggolan nyaris sama dengan Novel Baswedan, ia bergabung dengan KPK pada 2008 setelah selesai menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. “Alasannya antara lain, bahwa KPK memiliki budaya organisasi yang egaliter dan mengedepankan nilai integritas yang mana hal itu menarik bagi saya. Selain itu, saya juga tertarik untuk mengembangkan kompetensi menginvestigasi kasus korupsi,” kata Andre.
Kepada Tempo.co, Andre mengungkapkan, “TWK yang diselenggarakan KPK jelas bermasalah. Hasil temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM menjelaskan hal itu. Selain terdapat kesalahan prosedur dan penyalahgunaan wewenang, ternyata penyelenggaraan TWK terindikasi bertujuan untuk menyingkirkan orang-orang tertentu dari KPK,” katanya.
Menurutnya, proses alih status bukanlah seleksi. Tidak sepatutnya ada lolos dan tidak lolos pada hasilnya. Adalah absurd jika Pimpinan KPK mengatakan bahwa mereka memperjuangkan pegawai yang dinyatakan tidak lulus, tetapi ketika ORI dan Komnas HAM memberi jalan keluar untuk mengangkat 75 pegawai meskipun itu berarti Pimpinan KPK mengakui kesalahan, mereka justru memberhentikan ke-57 pegawai KPK dengan alasan TWK yang jelas bermasalah.
“Seakan lidah bercabang, di ujung lidah satu berkata memperjuangkan, di ujung lain berkeras mengabaikan rekomendasi ORI dan Komnas HAM untuk mengangkat 75 pegawai,” kata Adre menandaskan.
Novel Baswedan, Herbert Nababan, dan Andre Dedy Nainggolan merupakan 3 orang dari 57 pegawai KPK yang diberhentikan per 30 September lalu. Keinginan dan alasan mereka masuk KPK serta prestasi yang mereka raih dalam tugasnya memberantas korupsi dihentikan pimpinan KPK dengan alasan TWK bermasalah sesuai temuan Komisi Ombudsman dan Komnas HAM.
Baca: Herbert Eks Pegawai KPKJ Jualan Online Pakaian Anak: Halal!