TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny Kabur Harman menilai ada kepentingan politik dari kekuatan tersembunyi yang ingin menyingkirkan ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dari kontestasi politik menjelang Pemilu 2024.
Menurut Benny, kepentingan politik kekuatan tersembunyi itu berada di balik langkah hukum Yusril Ihza Mahendra ke Mahkamah Agung. Yusril menjadi kuasa hukum empat bekas ketua DPC Demokrat mengajukan permohonan uji materi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai mercy ke MA.
"Kepentingan mereka ialah menyingkirkan Partai Demokrat dan ketua umumnya AHY dari kontestasi politik menjelang hajatan politik nasional di tahun 2024 nanti," kata Benny dalam keterangannya, Selasa, 12 Oktober 2021.
Benny menduga, kekuatan tersembunyi ini menganggap Demokrat dan AHY sebagai batu sandungan atau penghalang utama untuk mewujudkan skenario gelap dari si empunya kepentingan. Sehingga, Demokrat dan AHY harus diganggu jika tak mau bekerja sama.
"Karena itu ia harus diganggu, disingkirkan, atau diambil-alih jika tidak mau bekerja sama dalam skema politik yang mereka desain," kata Benny. Dia tak merinci seperti apa skenario gelap yang dia maksud.
Benny mengatakan kekuatan-kekuatan tersembunyi itu sangat bervariasi. Namun, ia meyakini langkah Yusril Ihza Mahendra membela empat bekas kader Demokrat tak terjadi secara tiba-tiba atau berangkat dari ruang kosong.
Menurut Benny, hal tersebut adalah titik kulminasi dari berbagai langkah dan proses yang telah berjalan selama ini. Dia pun menganggap perkara pengujian konstitusionalitas AD/ART Demokrat ke MA ini bukan perkara biasa atau urusan hukum semata.
"Di balik hukum itu ada maksud untuk memperlemah atau 'meyingkirkan' musuh potensial," kata anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat ini.
Yusril Ihza Mahendra sebelumnya mengatakan bersedia menjadi kuasa hukum empat bekas kader Demokrat demi tanggung jawab membangun hukum dan demokrasi. Dia mengaku tak ikut mencampuri urusan kubu-kubu yang bertikai di internal Demokrat.
Baca juga: Demokrat Ingatkan 2 Pasang Calon di Pilpres Berpotensi Timpulkan Polarisasi