TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono enggan menanggapi dugaan bahwa Kepolisian Resor Luwu Timur, Sulawesi Selatan, pernah mengabaikan bukti dugaan pemerkosaan tiga anak yang diserahkan ibu korban dan LBH Makassar. Pengabaian bukti-bukti itu diduga terjadi sekitar awal 2020.
"Tentunya kami melihat ke depan, permasalahan sudah mengemuka," kata Rusdi dalam konferensi pers, Ahad, 10 Oktober 2021.
Polres Luwu Timur sebelumnya menghentikan penyelidikan kasus dugaan pemerkosaan terhadap tiga anak berusia di bawah 10 tahun, yang dilaporkan oleh ibu korban. Terlapor dalam perkara ini ialah ayah biologis korban, yang merupakan mantan suami sang ibu.
Setelah ramai disorot publik, Kepolisian kini menyatakan kasus tersebut bisa dibuka kembali, asalkan ada alat bukti baru yang ditemukan. Kepolisian pun mempersilakan siapa pun, termasuk keluarga korban dan kuasa hukumnya untuk menyerahkan alat bukti yang dimiliki.
"Sekali lagi apabila siapa pun memiliki alat bukti baru bisa diserahkan kepada Polri. Nanti penyidik akan mendalami alat bukti tersebut," kata Rusdi.
Rusdi mengatakan Kepolisian hingga saat ini masih menunggu alat bukti baru dari keluarga dan kuasa hukum korban. Namun ia mengklaim Polri pun ikut aktif mencari alat bukti untuk penanganan perkara tersebut.
"Seluruhnya melakukan itu, Polri juga melakukan (mencari bukti). Pihak-pihak di luar melakukan itu kami hargai," ujarnya.
Direktur LBH Makassar, Muhammad Haedir, mengatakan polisi tak bisa meminta alat bukti tanpa membuka kasus itu terlebih dulu. "Ini kan proses hukumnya berhenti, harusnya dibuka dulu baru melakukan pencarian bukti. Kalau polisi mengambil barang bukti dari kami tanpa proses hukum, itu tidak sah," ujar Haedir kepada Tempo, Ahad, 10 Oktober 2021.
Ia juga mengingatkan, kepolisianlah yang mestinya mencari alat bukti, bukan korban atau kuasa hukum.