TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, meminta pemerintah mengkaji kembali rencana menempatkan perwira tinggi TNI dan Polri sebagai penjabat kepala daerah. “Pengalaman dwifungsi masa lalu perlu jadi pelajaran,” kata Mardani kepada Tempo, Senin, 27 September 2021.
Mardani mengatakan, ada perbedaan mendasar pengabdian antara sipil dan TNI-Polri. Misalnya, pola komando yang melekat pada TNI-Polri dengan pola pelayanan yang biasa melekat pada birokrat.
Menurut Ketua DPP PKS ini, posisi kepala daerah yang diisi pelaksana tugas dalam waktu lama juga berbahaya bagi stabilitas dan kualitas pelayanan publik. Mardani menjelaskan, tanpa legitimasi pemilu dan dukungan partai politik, penjabat kepala daerah dari kalangan TNI-Polri tidak memiliki posisi politik yang kuat. “Padahal menjabat sebagai pimpinan daerah,” ujarnya.
Tahun depan, setidaknya ada tujuh kursi gubernur yang kosong karena sudah habis masa jabatannya. Posisi ini akan diisi oleh penjabat gubernur hingga Pilkada 2024. Kemudian, pada 2023 akan ada 13 kursi lagi yang kosong.
Pemerintah pernah beberapa kali menunjuk perwira TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah. Misalnya, saat menunjuk Mayjen TNI Soedarmo sebagai penjabat Gubernur Aceh dan Inspektur Jenderal Carlo Tewu sebagai penjabat Gubernur Sulawesi Barat. Kemudian, pemerintah pernah mengangkat Komjen Mochamad Iriawan menjadi penjabat Gubernur Jawa Barat.
FRISKI RIANA
Baca: Daftar Perwira Tinggi TNI dan Polri yang Pernah Jadi Penjabat Kepala Daerah