TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendorong pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi segera melakukan rapat koordinasi untuk mengevaluasi 118 ribu sekolah di wilayah PPKM level 1-3 yang telah menggelar pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas.
"Jika ada contoh baik dipublikasi dan jika ada contoh buruk yang berdampak pada klaster sekolah, maka hal tersebut dapat jadi pelajaran semua satuan pendidikan, baik yang sudah PTM maupun yang akan PTM," ujar Sekjen FSGI, Heru Purnomo lewat keterangan tertulis, Ahad, 26 September 2021.
Hal tersebut disampaikan Heru menyusul adanya data Kemendikbudristek yang menyebut sebanyak 2,8 persen atau 1.296 satuan pendidikan melaporkan warga sekolah mereka pernah tertular Covid-19. Jumlah itu berdasarkan hasil survei terhadap 46.500 sekolah sejak 20 Juli 2020 hingga 20 September 2021.
FSGI menyampaikan keprihatinan atas kasus Covid-19 yang paling banyak terjadi di SD sebesar 2,78 persen atau 581 sekolah. Disusul, 252 PAUD, SMP sebanyak 241 sekolah. Kemudian SMA sebanyak 107 sekolah, SMK 70 sekolah, dan terakhir Sekolah Luar Biasa (SLB) sebanyak 13 sekolah.
"Ini angka yang sangat besar. PTM baru di gelar oleh 42 persen satuan pendidikan saja sudah tinggi kasus, apalagi jika PTM digelar serentak nantinya," ujar Heru.
Untuk itu, FSGI mendorong pengawasan gugus tugas daerah dan dinas terkait agar mengontrol penerapan protokol kesehatan di satuan pendidikan yang menggelar PTM. FSGI mendapatkan laporan dari sejumlah Serikat Guru Indonesia (SEGI/SGI) daerah, bahwa terjadi sejumlah pelanggaran terhadap protokol kesehatan, terutama menyangkut 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak).
"Di antaranya, masker yang diletakkan di dagu atau digantungkan di leher, tempat cuci tangan yang tidak disertai air mengalir dan sabun, bahkan ada sebagian guru dan siswa tidak bermasker saat berada di lingkungan sekolah," ujarnya.
Wakil Sekjen FSGI, Mansur menambahkan, serikat guru juga mendorong percepatan dan pemerataan distribusi vaksinasi anak usia 12-17 tahun, karena masih rendahnya capaian vaksinasi di wilayah luar Jawa dan di wilayah-wilayah pedesaan.
"FSGI mendorong seluruh pemerintah daerah untuk melakukan penguatan 3T (testing, tracing, treatment) agar positivity rate menggambarkan kondisi yang sesungguhnya di wilayah tersebut. Merujuk pada ketentuan WHO, maka positivity rate di bawah 5 persen yang aman untuk PTM," tuturnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen), Jumeri menegaskan, sebanyak 2,8 persen atau 1.296 satuan pendidikan yang melaporkan warga sekolah mereka pernah tertular Covid-19 tersebut, bukan data yang menunjukkan adanya klaster Covid-19 selama Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas.
Sebab, data tersebut didapatkan dari laporan 46.500 satuan pendidikan yang mengisi survei dari Kemendikbudristek berdasarkan akumulasi 14 bulan terakhir. "Jadi, saat itu ada satuan pendidikan yang sudah melaksanakan PTM Terbatas dan ada juga yang belum," kata Jumeri.
Sebagai langkah antisipasi agar tidak terjadi klaster pada saat PTM, Kemendikbudristek menyatakan akan selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan dan pemantauan dinamika sekolah yang melaksanakan PTM Terbatas. Anak-anak juga bisa tetap belajar dari rumah jika orangtua belum yakin dan belum memberikan izin untuk mengikuti PTM Terbatas, serta tidak ada proses menghukum dan diskriminasi bagi anak-anak yang belajar dari rumah.
“Kolaborasi yang efektif antara guru, kepala sekolah, komite sekolah, dan pengawas sekolah, serta orangtua sangat diharapkan untuk menyukseskan penerapan PTM terbatas,” ujar Jumeri.