TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) mengatakan sejak 20 September 2021 beberapa personel Kepolisian Resor Purworejo rutin patroli berkeliling Desa Wadas dengan membawa senjata lengkap.
Kepada warga, para personel mengaku selain berpatroli, juga menjalani kegiatan rutin membagikan masker. Namun, Gempa Dewa menemukan jika aktivitas tersebut hanya dilakukan di Desa Wadas, tak di desa lainnya.
Gempa Dewa menilai kehadiran anggota kepolisian meresahkan warga. Menurutnya, keberadaan aparat mengembalikan ingatan warga terhadap peristiwa represif dan kekerasan yang dilakukan aparat pada 23 April 2021.
"Ketika aktivitas sosialisasi dalam rangka inventarisasi dan identifikasi bidang tanah pembangunan Bendungan Bener," demikian pernyataan dalam siaran pers yang diterima Tempo pada Jumat, 24 September 2021.
Dalam peristiwa itu belasan warga mengalami luka-luka dan 11 orang yang dianggap menjadi provokator ditangkap. Gempa Dewa menilai patroli yang dilakukan merupakan teror dan represi yang memicu ketakutan warga.
Gempa Dewa menduga kehadiran aparat kepolisian berkaitan dengan rencana proyek penambangan batuan andesit sebagai material bagi
pembangunan Bendungan Bener yang akan dilakukan di Desa Wadas. Aktivitas tersebut disinyalir menjadi bentuk teror dan intimidasi terhadap konsistensi warga menolak rencana proyek penambangan di Wadas.
Proyek penambangan batuan andesit itu dinilai akan memicu rusaknya dimensi sosial, kebudayaan, serta lingkungan yang sudah turun temurun menjadi bagian dan menghidupi segenap kehidupan di Desa Wadas.
"Karena itu, Gempa Dewa sebagai organisasi yang terdiri dari segenap warga Wadas untuk memperjuangkan ruang hidupnya dari ancaman proyek penambangan menyerukan Kepolisian Polres Purworejo untuk menghentikan aktivitasnya dan mengecam segala bentuk teror dan intimidasi kepada warga Wadas."
Baca juga: Kalah di PTUN Semarang, Warga Wadas Ajukan Kasasi
ANDITA RAHMA