TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan ancaman gelombang ketiga COVID-19 masih ada. Ia berharap masyarakat tidak lengah.
"Masyarakat diminta tidak terlalu cepat merayakan penurunan kasus COVID-19 di Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis 23 September 2021.
Ia juga menyarankan gelaran acara yang mengakibatkan kerumunan sebaiknya dihindari, mengingat Indonesia masih dalam bayang-bayang terjadinya gelombang ketiga lonjakan kasus COVID-19.
Apalagi, sampai saat ini, vaksinasi yang telah dijalankan oleh pemerintah belum melebihi 50 persen dari seluruh penduduk Indonesia.
"Protokol kesehatan dalam satu kegiatan bukan barang ajaib atau jaminan. Protokol kesehatan akan berfungsi efektif ketika data-data atau indikator memang sudah kuat," ujar Dicky.
Indikator tersebut yakni testing, tracing dan treatment (3T). Jika hal tersebut telah diterapkan dengan baik, maka barulah protokol kesehatan itu kuat. Kalau masih sekadarnya, maka risiko lonjakan kasus akan terbuka lebar.
Ia mencontohkan terjadinya lonjakan kasus saat pembelajaran tatap muka (PTM) digelar. Hal tersebut menjadi salah satu bukti ancaman COVID-19 gelombang ketiga bisa saja terjadi jika masyarakat abai. Kondisi itu akan semakin rumit lantaran sudah dibukanya tempat-tempat umum, misalnya, mal atau pusat perbelanjaan bagi masyarakat.
"Gelombang ketiga itu sangat bisa terjadi karena cakupan vaksinasi kita masih belum lebih dari setengah populasi yang lengkap," ucap dia.
Baca: Satgas Ingatkan Pentingnya Kewaspadaan Mencegah Gelombang Ketiga Covid-19