TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md berjanji mengusahakan agar Dosen Unisyiah Aceh, Saiful Mahdi, bisa mendapatkan amnesti dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ia menilai bahwa permohonan amnesti adalah sesuatu yang layak diberikan kepada Saifuli.
“Kami akan memproses, mudah-mudahan bisa secepatnya. kami usahakan, karena keputusan amnesti ada di Presiden. Kami usahakan agar keputusan tentang ini tidak membutuhkan waktu yang lama,” ujar Mahfud dalam keterangan tertulis, Rabu, 22 September 2021.
Kemarin, Mahfud membahas permohonan amnesti ini dengan Istri dari Saiful Mahdi, Dian Rubianty, Direktur LBH Banda Aceh Syahrul Putra, dan Damar Juniarto dari Safenet. Kemudian, hadir sejumlah akademisi, yaitu Zainal Arifin Mochtar (UGM), Herlambang (Unair) dan Ni’matul Huda (UII). Mahfud juga didampingi Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy OS Hiariej, Para Staf Khusus, dan Deputi Bidang Penegakan Hukum dan HAM Kemenko Polhukam, Sugeng Purnomo.
Mahfud menyebut pemerintah punya semangat bahwa hukum harus menjadi alat membangun harmoni dan ketenangan di masyarakat. Hukum juga jangan sampai membuat susah masyarakat. Karena itu pemerintah mengeluarkan restorative justice.
Kepolisian, Kejaksaan dan Mahkamah Agung mengeluarkan delapan peraturan agar tidak mudah menghukum orang khususnya dengan Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik atau UU ITE. Selama ini, Mahfud mengakui hakim, jaksa, dan polisi kerap terjebak syarat formal, asal kriteria dan unsur pidana terpenuhi.
Mahfud mengatakan kasus yang dialami Saiful Mahdi terjadi pada 2019, sedangkan kebijakan pemerintah tentang restorative baru diterapkan 15 Februari 2021.
“Saat itu atas perintah Presiden pada Rakernas TNI-Polri di Istana Negara, yang kemudian dilanjutkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB), yang belum lama ini dikeluarkan. Kemudian Rancangan Undang-Undang berdasarkan SKB tersebut baru saja berhasil dimasukkan ke Program Legislasi Nasional,” ujar Mahfud.
Karena itu, ia mengatakan tidak ada yang bisa disalahkan atas dasar hukum formal, para aparat penegak hukum yang membawa kasus ini ke pengadilan.
Pada dialog tersebut, Dian Rubianty mengatakan meski sudah ditahan, suaminya juga mendapat sanksi lain dari kampus. Saiful sudah 18 hari di Lapas. Meskipun Lapas sudah setuju memfasilitasi mengajar, Dian mengatakan nama suaminya sudah dihapus dan tidak lagi terdaftar sebagai pengajar di Universitas Syah Kuala, Aceh.
Zainal Arifin Mochtar mengatakan ada problem dengan struktur penegakan hukum UU ITE.
Sedangkan Direktur LBH Banda Aceh Syahrul Putra memaparkan perlakuan tidak adil sejak dari awal Saiful Mahdi diproses dan dilaporkan ke Kepolisian dan dalam persidangan. “Yang dikritik bukan orang dan pribadi, namun kritik protes atas kejanggalan dan ini dalam rangka mencari kebenaran sebagaimana insan akademis,” ujar Syahrul.
Sementara itu, dalam pertemuan dengan Mahfud Md ini, Damar Juniarto dari Safenet mengulas beberapa kasus serupa yang terjadi. “Dosen-dosen yang mengkritik kebijakan kampus dan terkena pasal UU ITE. Seharusnya tidak bisa dipidana tetapi dalam prakteknya bisa mengalami proses pidana," kata Damar.
Baca juga: 50 Organisasi Sipil Ajukan Permohonan Amnesti untuk Saiful Mahdi