TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Bobby Adityo Rizaldi, menlai hadirnya lima KRI yang secara bergantian mengamankan Laut Natuna Utara sudah cukup.
“Sebenarnya cukup bila terkoordinasi dengan baik tata kelola pengamanan laut ini,” kata Bobby kepada Tempo, Ahad, 19 September 2021.
Bobby mengatakan, kapal-kapal tersebut bisa bergantian dan saling mengisi kekosongan antarlembaga penegak hukum dan militer. Di sisi lain, kata Bobby, pemerintah perlu menyikapi ketidakjelasan lembaga yang menjadi national coast guard.
“Yang ikut meeting internasional ada Bakamla dan KPLP (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Ditjen Laut Kementerian Perhubungan). Di lapangannya semua elemen pengamanan laut enggak ada yang mau berkoordinasi,” katanya.
Menurut Bobby, Badan Keamanan Laut atau Bakamla dibentuk lewat lahirnya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Kelautan. Bakamla, kata Bobby, diminta presiden untuk bertransformasi menjadi national coast guard yang masuk dalam daftar international maritime organization (IMO).
Namun, terdapat kendala untuk mewujudkan hal tersebut. Salah satunya, Bobby menyebutkan perlu harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan membuat aturan turunan dari UU Kelautan. “Jadi masih ada ketidakjelasan yang belum selesai di level menko. Sepertinya harus presiden turun tangan,” ujar dia.
Sejumlah kapal perang Cina sebelumnya diduga berlayar di Laut Natuna Utara. Sejumlah nelayan mengaku berpapasan dengan enam kapal perang tersebut pada Senin, 13 September 2021.
Panglima Komando Armada I TNI Angkatan Laut, Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah mengatakan, pengamanan Laut Natuna Utara dituntut kehadiran KRI selama ada 1 X 24 jam dan di sana TNI AL mengerahkan lima KRI secara bergantian.
Selain KRI, kata Arsyad, operasi di Laut Natuna Utara juga melibatkan pesawat udara TNI AL untuk melakukan patroli udara maritim secara rutin di wilayah itu.