TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Christina Aryani mengatakan Indonesia perlu proaktif menyikapi keputusan Australia, Amerika Serikat, dan Inggris dalam perjanjian AUKUS. Aliansi militer itu memutuskan membantu Australia mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir.
"Dalam ranah kebijakan politik luar negeri kita yang bebas aktif tidak pernah dimaknai Indonesia tidak dapat mengambil sikap yang jelas dan tegas atas berbagai dinamika dan perkembangan," kata Christina mengutip Antara, Ahad, 19 September 2021.
Apalagi, tuturnya, jika perkembangan dan dinamika tersebut berpotensi mengancam keamanan yang dampaknya dapat dirasakan baik langsung maupun tidak langsung oleh Indonesia. Dia mengaku prihatin dengan keputusan Australia yang ingin memiliki kapal selam bertenaga nuklir.
"Menjadi keprihatinan kita. Hal ini akan membawa implikasi pada situasi kawasan yang sudah sepatutnya terus diupayakan stabil, aman dan damai," ujarnya.
Christina mengatakan Australia dan Indonesia memiliki Rencana Aksi Kemitraan Strategis Komprehensif (2020-2024). Salah satu poinnya adalah bersama-sama tetap waspada menjaga perdamaian dan keamanan, antara lain di kawasan Indo Pasifik.
"Dalam konteks ini langkah Australia melakukan pengembangan militer secara agresif tentu membuka jalan serta peluang bagi perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan militer yang bisa menjadi ancaman bagi stabilitas di kawasan," kata politikus Partai Gokar ini.
Sebelumnya, Australia mengumumkan rencananya untuk membangun delapan kapal selam bertenaga nuklir di bawah kemitraan keamanan Indo-Pasifik dengan Amerika Serikat dan Inggris. Australia akan menjadi negara kedua setelah Inggris pada 1958 yang diberi akses ke teknologi nuklir Amerika Serikat untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir.
Baca juga: Australia Bangun Armada Kapal Selam Nuklir, Indonesia Prihatin