TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia tengah menyusun rekomendasi ihwal tes wawasan kebangsaan dalam alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi aparatur sipil negara. Sebelumnya, Ombudsman telah menyampaikan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) yang menyebutkan terjadinya maladministrasi, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan wewenang dalam proses TWK pegawai KPK.
Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Kepegawaian Negara yang menjadi dua terlapor dalam dugaan maladministrasi tersebut telah menyampaikan keberatan atas temuan lembaganya.
"Sekarang adalah tahap akhir bagi Ombudsman untuk sampai pada produk pamungkas, ini adalah mahkota Ombudsman yaitu rekomendasi," kata Robert dalam keterangan video, Selasa malam, 14 September 2021.
Robert mengatakan Ombudsman juga akan segera menyampaikan rekomendasi tersebut kepada Presiden Joko Widodo. Dia berharap Presiden Jokowi akan memperhatikan rekomendasi dari lembaganya, apalagi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung ihwal asesmen tes wawasan kebangsaan.
Menurut Robert, saran-saran perbaikan yang telah disampaikan di LAHP akan diperkuat dalam rekomendasi yang sedang disusun ini. Ia berharap rekomendasi lembaganya akan menjadi dasar kuat bagi Presiden Jokowi untuk mengambil alih proses dan menetapkan pegawai KPK yang tak lolos asesmen TWK menjadi ASN.
"Dan mudah-mudahan sesuai dengan harapan dari Ombudsman, sebelum 30 Oktober 2021 putusan dari Bapak Presiden itu sudah keluar," ucapnya.
Ombudsman sebelumnya menyatakan adanya maladministrasi dalam proses tes wawasan kebangsaan yang digelar KPK dan BKN. Di antaranya yakni dalam proses harmonisasi peraturan TWK, nota kesepahaman antara BKN dan KPK yang dibuat dengan tanggal mundur (back date), serta inkompetensi BKN untuk melaksanakan asesmen tersebut.
Dalam LAHP yang dirilis pada 21 Juli lalu itu, Ombudsman menyarankan Presiden Jokowi mengambil alih kewenangan soal alih status 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan. Namun, Istana belum merespons dengan alasan masih menunggu putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi norma-norma yang mengatur tentang TWK.
Mahkamah Konstitusi sebelumnya menolak permohonan uji materi terhadap dua pasal dalam Undang-Undang KPK yang mengatur ihwal alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara. MK menilai asesmen TWK untuk proses alih status itu konstitusional. Adanya sejumlah pegawai yang tak lolos TWK pun dinilai bukan perkara konstitusionalitas norma.
Sedangkan Mahkamah Agung menolak uji materi terhadap Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021. MA menilai para pegawai KPK yang tak diangkat menjadi ASN bukan karena berlakunya Perkom tersebut, melainkan hasil asesmen TWK. Namun, MA menyatakan tindak lanjut hasil asesmen itu menjadi kewenangan pemerintah.
Menurut Robert Na Endi Jaweng, putusan dua Mahkamah itu tak bertentangan dengan temuan Ombudsman. Ia mengatakan putusan MA dan MK itu memberikan kekuatan secara konstitusional dan legal bagi proses TWK, sedangkan Ombudsman menelisik dari sisi pelaksanaannya.
Merujuk Undang-Undang Pelayanan Publik, kata Robert, putusan MA dan MK sama sekali tak bisa menjadi alasan bagi pihak terlapor atau pihak terkait untuk menunda apalagi menghentikan kewajiban menjalankan rekomendasi Ombudsman.
"Kami tidak akan berpikir untuk menghentikan proses, sebaliknya terus mendorong para pihak agar menjalankan kewajiban hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh UU Pelayanan Publik tersebut," ucap Robert ihwal perkara TWK pegawai KPK.
Baca juga: Ombudsman Anggap Temuan soal TWK KPK Tak Bertentangan dengan Putusan MK
BUDIARTI UTAMI PUTRI