TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan lembaganya tak pernah membahas agenda perubahan masa jabatan presiden 3 periode dalam kajian amandemen UUD 1945. Ia mengatakan gagasan amandemen konstitusi itu hanya untuk membahas pokok-pokok haluan negara atau PPHN.
"Apakah mungkin terbuka ruang untuk tiga periode? Menurut saya juga sulit," kata sosok yang akrab disapa Bamsoet ini dalam acara diskusi daring, Senin, 13 September 2021.
Menurut Bamsoet, tak ada peluang untuk menyisipkan gagasan amandemen konstitusi di luar agenda PPHN. Ia menyinggung prasyarat amandemen, yakni sidang harus dihadiri oleh dua pertiga dari anggota MPR.
Bamsoet mengatakan seumpama dua partai besar tidak hadir, maka sidang tak akan kuorum dan tak bisa diteruskan. Di sisi lain, dia mengatakan partai-partai pun tak akan setuju dengan perubahan jabatan presiden 3 periode lantaran memiliki calon sendiri yang digadang-gadang untuk maju di 2024.
"Golkar, kami usdah sepakat calon kami adalah Ketua Umum Partai Golkar, yaitu Airlangga Hartarto, PDI Perjuangan juga pasti punya calon, Gerindra juga pasti punya calon," ujar Bamsoet.
Bamsoet juga mengatakan isu perubahan masa jabatan presiden-wakil presiden tak pernah dibahas di MPR, baik dalam forum rapat pimpinan, alat kelengkapan MPR, maupun rapat gabungan pimpinan MPR dan fraksi. Sejauh ini, kata dia, Badan Pengkajian MPR hanya menelaah ihwal PPHN.
Bamsoet memahami jika amandemen UUD 1945 dianggap bakal membuka kotak pandora yang akan melebar ke agenda lainnya. Namun ia menilai argumen dan kekhawatiran perihal itu terlalu prematur.
Banyak pakar hukum dan kelompok sipil khawatir agenda amandemen UUD 1945 akan melebar ke isu-isu lain yang krusial, seperti perubahan masa jabatan kepala negara atau presiden 3 periode. Argumen untuk mengembalikan PPHN pun dinilai tak relevan.
Baca juga: Isu Presiden 3 Periode Disebut Picu Spekulasi Demi Ibu Kota Negara
BUDIARTI UTAMI PUTRI