TEMPO.CO, Jakarta - Kemenangan Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan menjadi perhatian komunitas global. Mereka berharap-harap cemas denganpemerintahan Taliban yang dikenal sangat kaku dalam memberlakukan syariat Islam.
Sebagian lagi, khawatir kemenangan Taliban akan menjadi model bagi sedikit kelompok di negara-negara muslim lain untuk meniru model perjuangan Taliban. Dengan kata lain, ada eskpor terorisme dari Afghanistan ke negara-negara muslim lainnya. Tak terkecuali Indonesia.
Namun menurut Guru Besar Kajian Timur Tengah Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Profesor Istadiyantha, keberhasilan Taliban tidak akan berpengaruh banyak terhadap dinamika sosial politik di Indonesia.
“Belum ada waktunya atau tidak ada waktu untuk merembet di Indonesia," katanya pada acara “Masa Depan Dunia Islam: Pergolakan Politik Pasca Kemenangan Taliban” melalui Zoom Cloud Meeting, Sabtu 4 September 2021.
Argumentasi itu, menurut Istadiyantha, diperkuat dengan pernyataan mantan pimpinan Jamaah Islamiyah (JI) Abu Tholut yang mengatakan bahwa kemenangan Taliban di Afghanistan tidak berpengaruh dengan situasi politik di Indonesia.
Kemenangan Taliban banyak dipengaruhi faktor geopolitik dan geostrategis. Secara geopolitik, kata Istadiyantha, Taliban berhasil memanfaatkan geografi sebagai basis penguasaan ruang hidup untuk menjamin kelangsungan kehidupan dalam negara.
Adapun dari sisi geostrategis, harus dilihat bahwa Rusia, Cina, Pakistan, dan Iran selama ini tidak suka dengan keberadaan Amerika di Afghanistan.
Pengajar Sosiologi Masyarakat Timur Tengah di Prodi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya UNS ini mengatakan dengan penarikan pasukan AS dari Afghanistan yang telah berakhir pada 31 Agustus 2021 lalu membuat nyali Taliban untuk mengusir Mujahidin dari tampuk kekuasaan pemerintah Afghanistan yang sah menjadi semakin kuat. Ia menyebut ideologi Mujahidin di bawah pengaruh AS lemah.
Istadiyantha menyampaikan, untuk mencegah spirit dan kemenangan Taliban menjalar ke Indonesia, perlu adanya penegakan rasionalitas yang normatif.
Ia menjelaskan harus ada sikap apresiasi terhadap penyelenggaraan pondok pesantren yang menegakkan sunnah dan inovatif. Kemudian, pendidikan akhlak terhadap masyarakat amat besar. Peranannya ada di majelis taklim, TPA, dan sebagainya. Para donatur dan para ahli agama segera menaruh perhatian terhadap pendidikan akhlak bangsa melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
Ia juga menambahkan, era Revolusi Industri 5.0 yang terjadi di Indonesia haruslah disikapi oleh umat Islam dengan mengedepankan nilai-nilai humanisme.
Caranya dengan menegakkan supremasi hukum, humanisme yang mengarah kepada moralitas yang tinggi akhlaqul karimah, dan amanah yang rahmatan lil-’aalamiin.
Menurut dia Indonesia adalah negara yang kuat asal jangan memperuncing hal-hal yang kecil-kecil untuk menjadi permusuhan. Ia percaya ideologi Taliban tidak akan menular ke Indonesia selama bangsa Indonesia menjunjung persatuan "dan tidak melakukan penzaliman dan pelecehan terhadap agama karena agama ini sangat sensitif,” katanya.
TIKA AYU
Baca juga: Ditinggalkan Amerika untuk Dipimpin Taliban, Warga Afghanistan Merasa Dikhianati