TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch memberikan nilai D atau buruk terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama semester pertama 2021.
“Kinerja penindakan kasus korupsi KPK hanya 22 persen dari target sepanjang semester sebanyak 60 kasus, dan itu membawa KPK masuk dalam penilaian di kategori D atau buruk,” kata peneliti ICW, Lalola Easter, dalam konferensi pers, Ahad, 12 September 2021.
Easter menuturkan, masalah tes wawasan kebangsaan (TWK) turut berdampak pada kinerja penindakan kasus korupsi yang dilakukan KPK selama rentang 1 Januari-30 Juni 2021.
Dari catatan ICW, sebanyak 13 kasus yang ditangani selama semester pertama, lima di antaranya dikerjakan oleh pegawai atau penyidik yang diberhentikan melalui TWK. Selain itu, penonaktifan 75 pegawai KPK juga menghambat proses penegakan hukum dan pengembangan perkara.
Dalam mengejar buronan kasus korupsi, seperti Harun Masiku, kepala satgas yang menanganinya juga diberhentikan lewat TWK. “Sehingga sampai saat ini, kasus yang sudah hampir 2 tahun, buronan sudah raib sejak hampir 2 tahun itu belum juga berhasil ditemukan KPK,” katanya.
Analisis ICW mengenai kualitas penanganan kasus, Easter mengatakan bahwa sebagian besar penindakan kasus korupsi yang dilakukan KPK merupakan hasil operasi tangkap tangan (1 kasus) dan pengembangan kasus (3 kasus). Sedangkan kasus yang baru disidik pada semester I 2021 hanya 9 kasus.
Menurut Easter, berdasarkan informasi di situs KPK terdapat 35 kegiatan penyidikan dan 32 penetapan tersangka. Namun, dari penelusuran ICW di semester I hanya terdapat 13 kasus yang disidik dengan 37 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Selisih ini, kata Easter, harus diperjelas bahwa informasi yang diperoleh ICW untuk data penindakan kasus korupsi diambil dari rilis media mengenai penetapan tersangka yang disampaikan KPK di situs resminya. “Perbedaan tersebut bisa terjadi patut diduga akibat kebijakan komisioner KPK yang menggabungkan pengumuman penetapan tersangka dengan penahanan,” kata dia.
Easter menuturkan, penyidik KPK yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara di Tanjungbalai, Stephanus Robin, mempertegas degradasi integritas KPK di tengah situasi politik hukum antikorupsi saat ini.
Selanjutnya, selama semester pertama tahun ini, KPK juga pertama kalinya mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk kasus SKL BLBI. KPK, kata Easter, juga sangat pasif untuk melakukan upaya supervisi kasus korupsi yang ditangani penegak hukum lain, salah satunya kasus korupsi PT Asabri yang ditangani Kejaksaan Agung dan kasus yang melibatkan Jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra.
Baca juga: Sejumlah Lembaga Negara Diduga Terlibat Menyingkirkan Pegawai KPK