TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch meminta langkah Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko melaporkan penelitinya ke polisi tidak membuat masyarakat takut untuk mengawasi pejabat. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan pengawasan publik terhadap perilaku pejabat harus terus dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan kekuasaan.
“Pengawasan publik tetap harus dilakukan agar potensi penyimpangan kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme dapat dideteksi guna mencegah kerugian masyarakat,” ujar Kurnia Ramadhana, lewat keterangan tertulis, Jumat, 10 September 2021.
Moeldoko resmi melaporkan dua peneliti ICW, Egi Primayogha dan Miftah, ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik. Moeldoko mengatakan melaporkan keduanya ke polisi karena dinilai tidak mampu membuktikan tudingan atau mencabut pernyataan soal berburu rente dalam peredaran Ivermectin dan ekspor beras.
ICW berharap Moeldoko memahami posisinya sebagai pejabat yang memiliki tanggung jawab kepada publik. Karena itu, semua perbuatannya akan diawasi oleh masyarakat.
Kurnia menganggap Moeldoko terlalu jauh menyimpulkan hasil penelitian ICW. Menurut dia, ICW tidak pernah menyatakan Moeldoko memperoleh keuntungan dari peredaran Ivermectin. Penelitian ICW berfokus pada konflik kepentingan peredaran Ivermectin yang berpotensi terjadi korupsi.
Dia mengatakan ICW sudah mengklarifikasi tudingan ekspor beras merupakan kesalahan ucapan. Menurut Kurnia, ICW sebenarnya ingin mengatakan kerja sama yang dimaksud adalah pelatihan petani di Thailand antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
“Berkaitan dengan permintaan maaf ICW, perlu kami tegaskan bahwa hal tersebut disampaikan hanya terbatas pada kekeliruan penyampaian lisan tentang ekspor beras, bukan terhadap kajian secara menyeluruh perihal Ivermectin,” kata dia ihwal sikap Moeldoko yang memilih melaporkan ICW ke polisi.
Baca juga: Demokrat Kecam Rencana Pendukung Moeldoko Gelar HUT Partai