TEMPO.CO, Jakarta - Tim ahli Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat menyusun draf anyar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Berbeda dari draf sebelumnya, tim ahli Baleg mengusulkan perubahan judul menjadi "RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual".
Ada pula sejumlah perubahan lainnya dalam draf usulan tim Baleg DPR. Misalnya lingkup kekerasan seksual dari sembilan jenis menjadi empat jenis saja.
Ketua Panitia Kerja RUU PKS, Willy Aditya mengatakan draf awal ini disusun berdasarkan hasil sejumlah rapat dengar pendapat melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik dari kelompok pendukung maupun penolak.
"Kenyataan bahwa lahirnya judul dan materi baru ini mendapatkan kritik dari sejumlah kelompok, cukup disadari dan bisa dimaklumi," kata Willy pada Selasa, 7 September 2021.
Willy mengatakan draf awal ini masih terbuka terhadap berbagai masukan dan pandangan dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya. Ia mengatakan munculnya kritik dari kelompok masyarakat sipil atas rancangan anyar itu justru memperlihatkan adanya kemajuan berarti dalam pembahasan yang berjalan.
Seorang narasumber Tempo menyebutkan, perubahan draf RUU PKS ini merupakan strategi agar tarik-menarik pembahasannya tak terlalu alot. Sebelumnya, pembahasan RUU ini terus menemui jalan buntu lantaran penolakan dari sejumlah kelompok, termasuk fraksi yang ada di parlemen.
"Pilihannya gagal maju atau diterima dengan kondisi minimal dulu hingga beres harmonisasi, lalu bertarung lagi di pembahasan tingkat satu," kata narasumber tersebut.
Willy Aditya tak menampik perubahan draf ini demi mencari jalan tengah. Ia mengatakan ini belajar dari mentoknya pembahasan RUU PKS di periode sebelumnya.
"Kita terjebak dalam ekstremitas kiri dan kanan, masing-masing punya perspektif untuk memuliakan perempuan tapi berdiri di pilihan politik masing-masing. Maka cara paling efektif mencari jalan tengah," kata Willy ketika dikonfirmasi Tempo.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Bukhori Yusuf meminta agar kekerasan seksual yang diatur dalam RUU TPKS ini tak dilepaskan dari norma Ketuhanan yang diatur dalam konstitusi, serta ketentuan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut dia, hubungan seksual di luar perkawinan harus turut dianggap sebagai kejahatan.
"Jelas hubungan di luar kawin itu kejahatan. Itu titik tengah yang akan mempertemukan," kata Bukhori kepada Tempo, Selasa, 7 September 2021.
Selanjutnya: Alasan Fraksi PKS getol menolak RUU PKS...