TEMPO.CO, Jakarta - Gus Dur dilahirkan di Jombang, Jawa Timur 7 September 1940. Sebelum memakai nama Gus Dur dan Abdurrahman Wahid, ia pernah dinamai Abdurrahman Ad-Dakhil yang artinya sang penakluk. Lantaran nama tersebut asing dilingkungannya, akhirnya nama tersebut diganti menjadi nama Abdurrahman Wahid. Sedangakan panggilan Gus—yang artinya abang atau “mas”—ia dapatkan di lingkungan pesantren.
Gus Dur merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Ayahnya adalah KH. Wahid Hasyim Ashari, putra dari KH. Hasyim Asyari. Sedangkan kakek Gus Dur dari garis keturunan ibunya adalah Rais ‘Aam di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai pengganti posisi KH. Wahab Chasbullah.
Gus Dur tumbuh besar dikalangan intelektual, hal ini cukup mempengaruhinya. Sebab, sejak kecil ia sudah gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Tidak hanya perpustakaan ayahnya, Gus Dur juga kerap menyambangi perpustakaan nasional. Bahkan ketika masih berada sekolah menegah ia sudah menamatkan buku karya Ernest Hemingway, John Steinbach, Will Durant, hingga buku Lenin berjudul What Is To be Done.
Gus Dur yang menjabat sebagai Presiden Indonesia ke-4 dikenal sebagai seorang presiden yang dicintai oleh masyarakat dan tokoh lintas agama. Selain itu ia juga yang membolehkan masyarakat Papua untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora asalkan tidak lebih tinggi dari Bendera Indonesia.
Gus Dur dilengserkan melalui Sidang Istimewa (SI) MPR RI pada 23 Juli 2001 yang dipimpin oleh Amien Rais. Ketika itu Megawati dilantik dan diambil sumpahnya menjadi Presiden RI ke-5 menggantikan Gus Dur hal ini tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2001. Masa jabatan Megawati terhitung sejak tanggal ia dilantik hingga 2004.
Gus Dur memiliki cara tersendiri untuk mengatasi berbagai hal melalui kata-katanya bukan saja humoris tapi juga bernas. Mungkin kalimatnya yang terkenal adalah “Saya sudah pernah bilang, mereka itu masih seperti anak TK. Buktinya girang banget ketemu sama si Donald.”
Berikut kata-kata inspiratif dari Gus Dur, dari berbagai sumber:
1. Allah itu Maha Besar. Ia tidak memerlukan pembuktian akan kebesaran-Nya. Ia Maha Besar karena Ia ada. Apapun yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya.
2. Tuhan tidak perlu dibela, Dia sudah maha segalanya. Belalah mereka yang diperlakukan tidak adil.
3. Perbedaan dalam berbagai hal termasuk aliran dan agama, sebaiknya diterima karena itu bukan sesuatu masalah.
4. Saya tidak peduli, mau popularitas saya hancur, difitnah, dicaci maki, atau dituduh apapun. Tapi bangsa dan negara ini harus diselamatkan dari perpecahan.
5. Negeri ini paling kaya di dunia tapi sekarang negeri ini menjadi melarat karena para koruptor tidak ditindak dengan tegas.
6. Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak tanya apa agamamu.
7. Humor tidak bisa menjatuhkan pemerintah. Tetapi humor bisa membantu membusukkan suatu rezim.
8. Sebuah masyarakat tanpa spritualitas hanyalah akan berujung pada penindasan, ketidakadilan, pemerasan, dan perkosaan atas hak-hak sasi warganya.
9. Kepemimpinan yang baik dapat membawa hasil yang baik tanpa banyak menumpahkan darah.
10. Islam itu datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita jadi budaya Arab. Bukan untuk ‘aku’ menjadi ‘ana’, ‘sampeyan’ jadi ‘antum’, ‘sedulur’ jadi ‘akhi’. Kita pertahankan milik kita. Kita harus serap ajarannya, bukan budaya Arabnya.
11. Islam di Indonesia itu timbul dari basis kebudayaan. Jika itu dihilangkan, maka kemungkinannya ada dua, yaitu pertama kebudayaan akan mati, kedua Islam akan hancur. Pesan saya, jadilah pemikir yang sehat
GERIN RIO PRANATA
Baca: Hari-hari Terakhir Gus Dur Dilengserkan, Bercelana Pendek Sapa Pendukungnya