TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengatakan mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan dalam pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pilkada, telah menjadi bumerang bagi keberlangsungan sistem demokrasi dan keberadaan partai politik di Indonesia.
"Hal itu melahirkan praktik-praktik korup yang dilakukan para politisi atau pejabat yang terpilih. Karena keterpilihan mereka tidak ditentukan kualitas dan kapabilitasnya, tapi 'isi tas' atau besaran dana politik yang bersumber dari kantong pribadi atau dari penyandang dana," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Minggu 5 September 2021.
Dia menilai tidak mengherankan apabila ketika para politisi atau pejabat terpilih dalam jabatan tertentu, maka yang terpikir pertama kali adalah bagaimana mengembalikan biaya politik yang telah dikeluarkan agar "balik modal".
Menurut dia, hampir tidak ada klaster politik yang tidak ditangkap KPK, dan kasus terbaru Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya Hasan Aminuddin yang juga anggota DPR RI ditangkap KPK.
Fahri mengatakan, kerusakan sebuah negara demokrasi, bisa dilihat setidaknya dari tingkah laku parpolnya terutama yang masuk dalam lingkaran kekuasaan.
"Segera dilakukan pembenahan agar parpol dan sistem demokrasinya sehat. Partai politik itu sebenarnya lembaga pemikiran untuk mengintroduksi cara berpikir dalam penyelenggaraan negara, namun sekarang justru menjelma menjadi mesin kekuasaan," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa Partai Gelora akan berusaha untuk memutus "lingkaran setan" tersebut, karena pertarungan politik adalah pertarungan rakyat, bukan pertarungan pribadi atau partai politik.
Menurut dia, negara yang beres sistem politiknya harus bebas korupsi, sehingga sistemnya harus ditata dan dikelola dengan baik, termasuk soal pembiayaan politik.
"Saya juga tidak mau kalau calon anggota legislatif dibiayai partai, karena kalau dia bersalah, partai politik akan mengambil kepemilikannya," katanya lagi.
Fahri menyebut pembiayaan politik yang mahal sebenarnya bisa disiasati dan ditekan seminimal mungkin dengan berbagai cara, misalnya menggelar pertemuan secara virtual dibandingkan bertemu dengan cara bertatap muka.
Baca: Eks Bupati Probolinggo Siapkan Anak Maju Pilkada: Baliho hingga Safari Politik